Jumat, 11 April 2025 13:05

Pakar Ekonomi Jelaskan Efek Tarif Impor Presiden AS Donald Trump Untuk Indonesia

Dokumentasi Presiden AS Donald Trump (Reuters/Carlos Barria)
Dokumentasi Presiden AS Donald Trump (Reuters/Carlos Barria)

ABATANEWS.COMPakar ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo menjelaskan efek dari tarif impor yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap banyak negara. Termasuk Indonesia, RI dikenakan 32% dari sebelumnya hanya 10%.

Kebijakan dari Donald Trump ini, sebagai Liberation Day atau Hari Pembebasan. Artinya, ia ingin membebaskan ekonomi Amerika Serikat dari ketergantungan impor.

Aturan tarif impor tersebut diprediksi akan berdampak signifikan terhadap beberapa sektor ekspor Indonesia. Karena lebih banyak barang dari Indonesia yang masuk ke pasar AS daripada sebaliknya.

Baca Juga : Presiden Prabowo Segera Kirim Tim Negosiasi Tawar Tarif Impor AS

Kebijakan ini juga berdampak pada keberlangsungan industri padat karya yang menjadi tonggak perekonomian nasional. Terlebih yang bergantung pada ekspor ke AS, sebut saja produk kelapa sawit, garmen, dan tekstil.

Namun, Donald Trump menunda pemberlakuan kebijakan tersebut selama 90 hari. Meski begitu, bukan berarti kebijakan ini akan terhenti.

Dosen Program Studi Perbankan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FAI Umsida), Ninda Ardiani SEI MSEI menjelaskan, kebijakan pengenaan tarif impor berdampak langsung pada ekspor Indonesia. Terutama bagi eksportir yang selama ini menjadi pemain utama dalam pasar Amerika.

Baca Juga : Makin Memanas, Tarif Impor Barang China ke AS Kini 145%

“Permintaan terhadap produk ekspor kita tentu menurun karena harga yang harus dibayar oleh konsumen Amerika meningkat tajam,” ujar Ninda Ardiani mengutip laman Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Jumat (11/4/2025).

Dalam jangka panjang, lanjut Ninda, tarif impor ini bisa menggoyahkan stabilitas neraca perdagangan Indonesia yang selama beberapa waktu terakhir selalu mencatatkan surplus.

Dengan tujuan Liberation Day, dosen pakar ekonomi Islam tersebut menjelaskan bahwa kebijakan tarif impor itu akan berakibat pada penurunan permintaan terhadap produk Indonesia.

Baca Juga : China Balas Tarif Impor AS 84%, Donald Trump Berencana Naikkan 125%

“Ini bisa menekan nilai tukar rupiah karena arus devisa dari ekspor melemah. Jika tidak diantisipasi, dampaknya bisa meluas hingga pelemahan pasar modal dan larinya investor,” tambah Ninda.

Dalam perspektif ekonomi syariah, kebijakan proteksionis semacam ini dinilai dapat mencederai prinsip keadilan dalam perdagangan internasional.

“Dalam ekonomi Islam, prinsip keadilan dan keberimbangan menjadi pondasi utama. Tarif dan bea bukan untuk menekan, tetapi untuk memastikan tidak terjadi kecurangan dalam perdagangan,” jelas dosen lulusan S2 Unair itu.

Baca Juga : Trump Naikkan Tarif Barang China 104 Persen, Berlaku Mulai Hari Ini

Kebijakan seperti ini, menurutnya, seharusnya mendorong Indonesia untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri melalui industrialisasi dan hilirisasi.

Pemerintah Indonesia saat ini telah mengarah ke sana, dengan mendorong hilirisasi produk ekspor agar memiliki nilai tambah lebih tinggi serta memperluas mitra dagang di luar AS.

Sementara itu, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) seperti bank syariah, BPRS, koperasi syariah, dan BMT memiliki peran penting dalam membentengi ekonomi lokal dari dampak kebijakan global.

Baca Juga : Bertemu di Malaysia, Presiden Prabowo dan Anwar Ibrahim Bahas Dampak Kebijakan Donald Trump

Melalui skema pembiayaan berbasis profit-loss sharing, seperti mudharabah, musyarakah, dan murabahah, LKS bisa memperkuat usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta pelaku industri ekspor.

“Skema syariah tidak bergantung pada suku bunga, sehingga lebih adaptif dalam menghadapi gejolak ekonomi global. Tapi tetap, LKS harus menerapkan mitigasi risiko dengan baik, termasuk memastikan adanya underlying asset dalam setiap pembiayaan,” ujar Ninda.

Namun demikian, tantangan tetap ada. Dalam kondisi ekspor melemah, risiko gagal bayar nasabah yang bergerak di sektor tersebut meningkat. Maka salah satu solusi adalah memperkuat pasar domestik.

Baca Juga : Kebijakan Donald Trump Ancam PHK Massal Buruh di Indonesia

“Kita perlu mendorong masyarakat agar lebih mencintai dan membeli produk dalam negeri,” tegasnya.

Ninda menegaskan bahwa saat ini sudah banyak produk Indonesia yang berkualitas dan bahkan mampu bersaing di pasar global. Oleh karena itu, masyarakat perlu disadarkan untuk bangga menggunakan produk lokal sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap ekonomi nasional.

“Dengan membeli produk Indonesia, kita membantu pengusaha lokal, membuka lapangan kerja, dan memperkuat daya saing nasional. Ini juga sejalan dengan semangat Islamic economic justice, yaitu keadilan dan kebermanfaatan bagi semua menjadi tujuan utama,” tuturnya.

Penulis : Azwar
Komentar