ABATANEWS, JAKARTA — Upaya perdamaian dalam perang Rusia-Ukraina memasuki babak baru setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi. Namun, kesepakatan ini belum cukup untuk mengakhiri konflik, karena Putin tetap menolak proposal gencatan senjata 30 hari yang didorong oleh AS.
Gedung Putih menyebut komunikasi antara Trump dan Putin sebagai langkah awal menuju perdamaian. Salah satu harapan utama dari pembicaraan ini adalah kemungkinan gencatan senjata maritim di Laut Hitam, yang diharapkan dapat berkembang menjadi penghentian pertempuran secara menyeluruh.
Namun, tak lama setelah panggilan telepon antara kedua pemimpin berakhir, sirene serangan udara berbunyi di Kiev, disusul ledakan yang mengguncang ibu kota Ukraina. Pejabat setempat segera meminta warga mencari perlindungan, menandakan bahwa perang masih jauh dari kata selesai.
Baca Juga : Rencana Prabowo Relokasi Warga Gaza ke RI, MUI: Untuk Apa Ikut-ikutan AS dan Israel?
Trump tetap optimis terhadap hasil pembicaraan tersebut, menyebutnya sebagai langkah besar menuju akhir dari konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.
“Kami sepakat untuk gencatan senjata segera di semua infrastruktur energi, dengan memahami bahwa kami akan segera bekerja untuk gencatan senjata menyeluruh dan pada akhirnya mengakhiri perang yang sangat mengerikan antara Rusia dan Ukraina,” kata Trump melalui media sosial, dikutip dari AP, Rabu (19/3/2025).
Putin, di sisi lain, mengonfirmasi bahwa Rusia dan Ukraina akan bertukar 175 tahanan perang, termasuk 23 prajurit Ukraina yang mengalami luka parah. Pertukaran tahanan ini menjadi satu-satunya kesepakatan konkret dalam perundingan terbaru ini.
Baca Juga : China Balas Tarif Impor AS 84%, Donald Trump Berencana Naikkan 125%
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan bahwa negaranya terbuka terhadap segala bentuk upaya perdamaian. Namun, ia menuntut transparansi penuh dalam proses negosiasi dan mengkritik kemungkinan kesepakatan yang dibuat tanpa keterlibatan langsung Ukraina.
“Ada dua sisi dalam perang ini, Rusia dan Ukraina. Dalam pandangan saya, mencoba bernegosiasi tanpa Ukraina tidak akan produktif,” ujar Zelensky.
Selain itu, ia juga menolak permintaan Putin untuk menghentikan bantuan militer dan intelijen ke Ukraina, karena langkah itu dinilai akan melemahkan negaranya dalam menghadapi agresi Rusia.
Baca Juga : Ratusan Ribu Warga AS Tolak Kebijakan Trump, Elon Musk Dianggap Penjahat Kejam
Trump sebelumnya sempat menyebut kemungkinan pembagian aset tertentu antara Ukraina dan Rusia sebagai bagian dari kesepakatan perdamaian, termasuk kendali atas tanah dan pembangkit listrik. Namun, baik Gedung Putih maupun Kremlin tidak menyinggung isu tersebut dalam pernyataan resmi mereka setelah komunikasi antara kedua pemimpin.
Meskipun perundingan ini membawa sedikit harapan, kenyataan di lapangan masih menunjukkan ketegangan yang belum mereda. Dengan serangan yang masih berlangsung dan perbedaan pandangan yang tajam, jalan menuju perdamaian sejati masih dipenuhi dengan tantangan besar.