Selasa, 30 November 2021 13:52

Sering Muncul Varian Baru di Afrika, Epidemiolog Ungkap Penyebabnya

Foto: Ilustrasi (Getty Images/iStockphoto/Stockcrafter)
Foto: Ilustrasi (Getty Images/iStockphoto/Stockcrafter)

ABATANEWS – Beberapa mutasi Covid-19 sering muncul pertama kali di wilayah Afrika Selatan. Epidemiologi dari dari Griffifth University Australia, Dicky Budiman mengungkap penyebabnya.

Dicky menjelaskan, dari pengalaman kita selama pandemi yang sudah hampir mencapai dua tahun ini, ada catatan sangat penting yang dapat kita pelajari dari mutasi virus dan varian baru Omicron dari Afrika ini.

“Bahwa Afrika adalah negara yang memiliki banyak kasus dengan immunocompromised atau masalah imunitasnya,” kata Dicky dikutip dari kompas.com

Baca Juga : Ahmad Dhani Tuai Hujatan Usai Sebut K-Pop Seperti Wabah Covid-19

Immunocompromised adalah orang yang memiliki masalah atau gangguan sistem imun, dan yang paling banyak ditemukan di negara ini adalah penderita human immunodeficiency virus – acquired immundeficiency syndrom (HIV-AIDS).

“Ini salah satu hipotesis saya,” ujarnya.

Menurut Dicky, hipotesis ini didasarkan pada HIV dan AIDS adalah sebuah gangguan yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit.

Baca Juga : Pemerintah Indonesia Resmi Cabut Status Pandemi COVID-19

Sehingga, jika orang dengan kondisi gangguan sistem imun ini mengalami infeksi Covid-19, maka akan sangat lama virus itu bisa diam dan bermutasi di dalam tubuh pasien tersebut dan itu memberi kesempatan kecepatan mutasi yang banyak.

Dengan begitu, bisa lahir satu varian baru dari sekian mutasi virus yang terjadi akan memiliki kompatibilitas atau kemampuan penyesuaian diri virus itu menjadi lebih besar atau super lagi dari varian sebelumnya.

Oleh karena itu, kata Dicky, penting bagi kita semua untuk menjaga imunitas diri, karena akan berguna dalam menekan risiko berbagai penyakit baik Covid-19 dan lain sebagainya.

Baca Juga : Aturan Baru Soal Covid-19: Tak Ada Lagi Kewajiban Kenakan Masker

Sejak virus corona SARS-CoV-2 menyerang manusia di hampir seluruh dunia sejak akhir tahun 2019 lalu, beberapa mutasi berbahaya terjadi di Afrika Selatan. Sebelum muncul varian Omicron, varian Beta lebih dulu dilaporkan di negara ini.

Pada September 2020, varian Beta ditemukan. Varian baru virus corona ini pertama kali terdeteksi dengan label B.1.351 di Afrika Selatan.

Salah satu mutasi virus dalam varian Beta B.1.351 adalah E484K, yang juga dikenal dengan nama mutasi Eek. Bahkan, varian Beta mengandung sedikitnya tiga mutasi virus corona.

Baca Juga : Sempat Ditunda Karena Covid-19, Lutra Siap Ikut PENAS XVI di Padang

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan varian Beta sebagai salah satu Variant of Concern (VoC), artinya varian virus corona yang satu ini yang menyebabkan peningkatan penularan dan angka kematian akibat Covid-19.

Penyebaran infeksi akibat varian beta B.1.351 ini dinyatakan sangat cepat terjadi di Afrika Selatan. Riset pun mengindikasikan beberapa vaksin kurang mampu melawannya.

Gejala umum yang diakibatkan oleh infeksi varian Beta ini diketahui, tidak berbeda jauh dengan virus corona awal yaitu seperti demam, indera penciuman hilang, sakit kepala, batuk terus-menerus, dan sakit tenggorokan. Varian Beta juga memiliki gejala khusus lainnya seperti sakit perut.

Baca Juga : Presiden Jokowi Akan Susul WHO Cabut Status Darurat COVID-19

Setelah varian Beta, belum lama ini dan masih mengguncang dunia, telah teridentifikasi varian baru virus SARS-CoV-2 berikutnya dari negara Afrika Selatan, yang dikenal dengan varian B.1.1.529 atau varian Omicron.

Pada Jumat, 26 November 2021, WHO menetapkan varian Omicron (B.1.1.529) ini sebagai VoC atas saran dari Kelompok Penasihat Teknis WHO terkait Evolusi Virus (TAG-VE).

Keputusan ini didasarkan bukti yang diberikan TAG-VE bahwa Covid varian Omicron memiliki beberapa mutasi yang diduga memengaruhi sifatnya, seperti mudah menyebar atau tingkat keparahan penyakit uang ditimbulkan.

Baca Juga : Hari Raya Idulfitri, Bupati Maros: Momentum Terbaik dalam 2 Tahun Terakhir

Para peneliti di Afrika Selatan dan seluruh dunia tengah melakukan penelitian untuk lebih memahami Omicron.

Epidemiologi dari dari Griffifth University Australia, Dicky Budiman mengatakan, varian baru B.1.1.529 Omicron disebut 500 persen lebih menular daripada virus corona asli yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China 2019 lalu.

“Kalau diibaratakan varian delta (yang sempat merebak beberapa waktu lalu) yang 100 persen kecepatannya lebih cepat menular daripada virus liar di Wuhan, ini kemungkinannya (varian baru) Omicron bisa sampai 500 persen atau 5 kalinya kecepatan penularannya,” jelas Dicky.

Komentar