ABATANEWS, MAROS – Penyerapan pupuk subsidi di Kabupaten Maros hingga pertengahan September 2025 masih rendah. Dari alokasi 26.015 ton yang diberikan pemerintah pusat, baru 12.106 ton atau sekitar 47 persen yang tersalur ke petani.
Kepala Bidang Sarana, Prasarana, dan Agribisnis Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Maros, Nini Adriani Nurdin, menjelaskan alokasi pupuk subsidi tahun ini terdiri dari Urea 14.754 ton, NPK 11.107 ton, dan organik 154 ton. Hingga 17 September, realisasi penyaluran tercatat Urea 7.143 ton, NPK 4.933 ton, dan organik 30 ton.
“Kuota terbesar berada di Kecamatan Bantimurung, dengan total 4.204 ton untuk tiga jenis pupuk,” kata Nini, Selasa (23/9/2025).
Baca Juga : Bapenda Maros Siapkan Sistem Pajak Digital, Kawasan Bandara Jadi Percontohan
Ia menyebut rendahnya serapan dipengaruhi faktor musim tanam. Saat ini, sebagian besar wilayah masih memasuki musim kemarau sehingga petani belum menanam padi maupun jagung.
“Biasanya penebusan pupuk meningkat mulai Oktober hingga akhir tahun saat musim hujan tiba,” tambahnya.
Nini menjelaskan, penyaluran pupuk subsidi didasarkan pada usulan kelompok tani melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Baca Juga : Bantimurung Jungle Run 2025: Merayakan 21 Tahun Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
Petani penerima wajib tergabung dalam kelompok tani, memiliki lahan di bawah 2 hektare, serta menanam komoditas tertentu seperti padi, jagung, kedelai, singkong, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kakao, dan kopi.
Harga eceran tertinggi ditetapkan Rp2.250/kg untuk Urea, Rp2.300/kg untuk NPK, dan Rp800/kg untuk pupuk organik.
Bupati Maros, Chaidir Syam, sebelumnya menyoroti rendahnya realisasi pupuk subsidi meski alokasi yang diberikan pemerintah pusat cukup besar.
Baca Juga : Ratusan Pelari Jelajahi Karst Maros, Warnai HUT ke-21 TN Bantimurung Bulusaraung
“Alhamdulillah, alokasi pupuk kita melimpah, tapi realisasinya baru 38 persen. Ini jadi pertanyaan besar, ada apa? Harus kita telusuri bersama,” tegasnya.
Chaidir meminta dinas terkait, penyuluh lapangan, hingga kelompok tani mempercepat distribusi agar pupuk segera dimanfaatkan petani. “Jangan sampai pupuk terhambat di tengah jalan karena masalah teknis atau komunikasi,” pungkasnya.