Kamis, 27 November 2025 12:34

Ribut-ribut di Tubuh PBNU: Rais Aam vs Ketua Umum Memuncak

Ribut-ribut di Tubuh PBNU: Rais Aam vs Ketua Umum Memuncak

ABATANEWS, JAKARTA — Konstelasi kepemimpinan di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak baru setelah terbitnya surat edaran yang menyatakan bahwa kendali penuh organisasi kini berada di tangan Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar.

Surat edaran bernomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 itu menjadi penanda terjadinya kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU, menyusul tidak adanya mundur sukarela dari KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dalam batas waktu 3×24 jam sejak 20 November 2025.

Dokumen tersebut ditandatangani secara elektronik oleh Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir dan Katib PBNU KH Ahmad Tajul Mafakhir.

Baca Juga : Gus Yahya Tolak Mundur dari Jabatan Ketua PBNU

Dalam surat itu ditegaskan, “Untuk selanjutnya, selama kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU sebagaimana dimaksud, maka kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku Pimpinan Tertinggi Nahdlatul Ulama.”

KH Ahmad Tajul Mafakhir membenarkan keabsahan surat itu.

“Saya sebagai Katib PBNU ttd Surat Edaran itu bersama Wakil Rais Aam, KH. Afifuddin Muhajir mengenai sebagaimana yang tertulis di surat tersebut. Bukan Surat Pemberhentian ya. Beda bentuknya,” ujarnya.

Baca Juga : Rais Aam PBNU Minta Polisi Tangkap Gus Elham yang Suka Cium Anak Perempuan Saat Ceramah

Ia menegaskan surat edaran tersebut merupakan tindak lanjut dari keputusan Rapat Harian Syuriyah.

Lebih lanjut, Gus Tajul menyinggung hasil rapat yang menyatakan bahwa Ketua Umum diberi waktu mundur, atau akan diberhentikan bila melewati tenggat.

“Maka untuk itulah Surat Edaran ini dibuat. Tidak ada surat resmi lain terkait pemberhentian sebelum Rapat Pleno,” tambahnya.

Gus Yahya Menolak Putusan Syuriyah

Baca Juga : MUI Tegaskan Fatwa Boikot Produk Israel Belum Dicabut, PBNU: Ini Jihad Damai

Di sisi lain, Gus Yahya menegaskan bahwa mekanisme yang digunakan Syuriyah tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikannya. Ia juga menyatakan mengambil sikap tidak akan mundur.

“Bahwa saya sebagai mandataris, tidak mungkin bisa diberhentikan kecuali melalui muktamar. Saya diminta mundur dan saya menolak mundur, saya menyatakan tidak akan mundur dan saya tidak bisa diberhentikan kecuali melalui muktamar,” tegasnya.

Ia juga mengkritik proses rapat Syuriyah yang dianggap tidak adil.

Baca Juga : PBNU Desak DPR Dengarkan Suara Rakyat, Kritik Revisi UU Pilkada

“Prosesnya tidak dapat diterima, karena hanya melontarkan tuduhan-tuduhan dan melarang saya melakukan klarifikasi. Tetapi kemudian langsung menetapkan keputusan yang berupa hukuman, ini jelas tidak dapat diterima,” tegasnya lagi.

Katib Syuriyah PBNU Nilai Ultimatum Tak Sah Secara Organisatoris dan Syariat

Penolakan juga datang dari Katib Syuriyah PBNU, KH Nurul Yakin Ishaq, yang menyebut ultimatum kepada Ketua Umum tidak memiliki dasar hukum organisasi.

Baca Juga : Cak Imin Sebut Upaya Ketum PBNU Gembosi PKB Terbukti Gagal Total

“Rapat Harian Syuriyah tidak memiliki kewenangan memberhentikan Ketua Umum PBNU, bahkan untuk pemberhentian pengurus lembaga sekalipun rapat tersebut tidak berwenang,” ujarnya.

Ia bahkan menyebut keputusan itu cacat prosedur karena tidak menghadirkan Ketua Umum dalam prosesnya, dan menyebutnya “batil menurut syariat.”

Kiai Nurul Yakin juga menawarkan jalan damai sebagai solusi.

Baca Juga : Ketua PBNU Tak Terima Adiknya Disoal Pansus Haji, DPR Beri Jawaban Menohok

“Ketua Umum telah menyatakan kesediaan untuk melakukan islah demi menjaga keutuhan organisasi. Jika Rais ‘Aam menolak islah, berarti menghendaki perpecahan di NU,” tandasnya.

Penulis : Azwar
Komentar