Jumat, 26 Mei 2023 19:16

Punya Hutang Tapi Lupa Nominal dan Orangnya? Ini Solusinya Menurut Buya Yahya

Ilustrasi uang (Freepik.com)
Ilustrasi uang (Freepik.com)

ABATANEWS.COM – Dalam Islam, setiap utang wajib dibayar meski nominalnya kecil karena bisa memberatkan kita di akhirat kelak jika tidak dibayar. Namun, tidak sedikit orang yang berutang terkadang lupa dengan nominal pinjamannya dan kepada siapa saja berutang karena sudah terlalu lama.

Lantas, bagaimana cara membayar utang jika lupa nominal dan orangnya?

Dalam salah satu ceramahnya, Prof. Yahya Zainul Ma’arif, Lc., M.A., Ph.D atau lebih akrab disapa Buya Yahya pernah memberikan penjelasan dan solusi cara membayar utang jika lupa dengan nominal dan kepada siapa saja kita berutang.

Baca Juga : Malam Nisfu Sya’ban, Ini Keistimewaan Hingga Hadist-nya dan Risala Para Ulama

“Anda lupa jumlahnya tapi Anda yakin kalau Anda punya utang. Itu yang harus dipegang. Anda yakin pernah ngutang maka Anda harus membayarnya karena Anda yakin pernah ngutang. Tinggal bagaimana cara membayarnya karena bilangannya saya tidak ingat dan orangnya juga lupa,” kata Buya Yahya mengawali ceramahnya, dikutip dari kanal YouTube Al-Bahjah TV.

Jika lupa nominalnya, Buya Yahya menjelaskan langkah awalnya adalah dengan membuat perkiraan berapa nominal total utang yang pernah Anda pinjam kepada orang yang bersangkutan. Jika sudah diperkirakan total nominalnya maka total utang itulah yang harus dibayarkan.

“Bicara bilangan dulu sebelum membayar sebab kalau enggak ada bilangannya, enggak bisa membayar. Berapa jumlah uang yang saya pinjam, Anda kira-kira,” tambahnya.

Baca Juga : Nasihat Lukmanul Hakim

Setelah memperkirakan nominalnya, Anda harus menemui orang yang bersangkutan dan membayar utang tersebut. Namun jika tidak bertemu dengan orangnya, cara pertama adalah menitipkan ke hakim yang adil atau pemerintah.

“Pertama kalau ada, titipkan ke hakim yang adil, begitu urutannya. Anda serahkan ke hakim yang adil, Pak hakim atau pemerintah kalau ada. ‘Saya punya utang kepada Fulan biar beban saya di akhirat tidak ada. Ini saya lepas cuma saya enggak ketemu orangnya. Saya titip uang ini pokoknya saya enggak mau megang’. Kalau ada hakim yang adil yang Anda percaya, Anda titipkan kesitu,” lanjut Buya Yahya.

Untuk cara kedua, Anda bisa memberikan uang tersebut kepada fakir miskin, masjid atau pesantren dengan niat sedekah atas orang yang pernah memberikan utang kepada Anda. Sehingga, keduanya dianggap sudah tidak punya urusan dalam hal utang lagi.

Baca Juga : Cara Bisa Kurban Tiap Tahun Menurut Buya Yahya

“Kalau Anda ragu juga (menitipkan uang ke hakim yang adil atau pemerintah) maka Anda berikan ke orang fakir atau masjid atau pesantren uang utang tadi. Anda sedekahkan, Anda niatkan untuk orang-orang yang bersangkutan,” ujarnya.

Namun, Buya Yahya mengingatkan jika melakukan cara yang kedua yaitu sedekah atas nama orang yang memberikan utang maka ada kemungkinan orang tersebut kelak akan datang dan menagih utang. Jika hal itu terjadi, Anda harus tetap membayar utang kepada orang itu.

Uang yang sebelumnya sudah diberikan kepada fakir miskin, pesantren atau masjid dengan niat sedekah atas nama orang tersebut maka akan dicatat pahalanya atas nama kita.

Baca Juga : Keutamaan Sedekah di Hari Jumat

“Cuma catatannya kalau yang kedua ini adalah satu: jika suatu ketika orangnya datang lalu nagih, Anda wajib menggantinya. Dan sedekah yang dulu itu pahalanya untuk Anda maka Anda keluarkan untuk mengganti,” tegas Buya Yahya.

Namun selama orang yang memberi utang tidak menagih, uang yang sudah diserahkan ke fakir miskin, pesantren atau masjid akan menjadi pahala untuk orang yang berutang dan orang yang memberi utang.

“Kalau mereka tidak menagih kepada Anda, dapat pahala Anda menolong orang tersebut. Anda tidak punya dosa karena uang sudah Anda lepaskan. Orangnya itu dapat pahala. Anda juga dapat pahala dan dia enggak akan nuntut lagi pada Anda di akhirat karena dia girang di akhirat, ‘gara-gara engkau sedekahkan, aku dapat pahala, aku enggak jadi marah sama kamu’. Nanti di akhirat begitu,” pungkas Buya Yahya.

Penulis : Nidi
Komentar