ABATANEWS, JAKARTA – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas membuat pernyataan yang bikin gadung. Saat berada di Pekanbaru, kemarin (23/2/2022) Menag Yaqut sempat mengeluarkan kata “gonggogan anjing”, yang dianggap serupa dengan suara azan.
“Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?” kata Yaqut, dalam video yang dilihat Abatanews.com.
“Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan,” ujar Yaqut menambahkan.
Baca Juga : Kemenag Klarifikasi Soal Isu Nikah di Hari Libur Dilarang
Pernyataan ini terlontar dari pernyataan awak media saat itu yang menanyakan soal Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala, yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama.
Statemen itu langsung ditanggapi oleh berbagai kalangan. Mayoritas menyayangkan pernyataan itu keluar dari seorang menteri yang mestinya mampu menjelaskan problem dengan tenang dan damai.
Tak mau terus disalahkan dalam perkara ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementetian Agama, Thobib Al Asyhar, mengeluarkan klarifikasi. Menurutnya, Menag Yaqit sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing. Ia menegaskan kabar Yaqut membandingkan dua yang berbeda tersebut sangat tidak tepat.
Baca Juga : Seleksi CPNS Kemenag, 8.744 Pelamar Diterima Sanggahannya
“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara Anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” kata Thobib dalam keterangan resminya, pada Kamis (24/2/2022).
“Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata ‘misal’. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” kata dia.
Thobib menilai Yaqut saat itu hanya sekadar mencontohkan bahwa suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan di masjid/musala, bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar.
Baca Juga : Momentum Maulid Nabi, Menag Ajak Masyarakat Teladani Sifat Rasulullah
Karenanya, Ia mengatakan perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara agar toleransi dan keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga.
“Dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” kata dia.
Lebih lanjut, Thobib mengatakan Yaqut tidak melarang masjid-musala menggunakan pengeras suara saat azan. Sebab, hal demikian bagian dari syiar agama Islam.
Baca Juga : Kunjungan Kemenag RI, Pj Sekda Berbagi Inovasi dan Konsep Sombere And Smart City
Edaran yang terbitkan, kata dia, hanya mengatur antara lain terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel). Selain itu, mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
“Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan,” kata dia.