ABATANEWS, JAKARTA — Dalam upaya melindungi generasi muda dari dampak negatif media sosial, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kiai Cholil Nafis, menyerukan perlunya regulasi yang membatasi penggunaan media sosial bagi remaja dan anak-anak.
Ia menilai, langkah ini mendesak dilakukan mengingat besarnya pengaruh media sosial terhadap pola pikir dan perilaku generasi muda.
“Australia sudah mengambil langkah cepat untuk melindungi generasi mudanya dari bahaya pengaruh medsos, meskipun negara itu cenderung liberal dibandingkan dengan Indonesia,” ujar Cholil dalam keterangannya, yang dikui pada Minggu (13/12/2024).
Baca Juga : MUI Tegaskan Fatwa Boikot Produk Israel Belum Dicabut, PBNU: Ini Jihad Damai
Ia juga menyoroti pentingnya pengaturan penggunaan media sosial, bahkan di lingkungan kerja, untuk meningkatkan produktivitas.
Pernyataan ini disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Pusat Dakwah Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI, Pada Jumat (13/12/2024) lalu. Seminar tersebut mengangkat tema regulasi penggunaan media sosial yang aman dan produktif. Acara ini menghadirkan berbagai narasumber, termasuk Komisioner KPAI RI Kawiyan, Dirjen Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital RI Molly Prabawaty, serta Kiai Cholil Nafis sendiri.
Dalam seminar itu, Kiai Cholil juga memaparkan konsep “Fikih Medsos” sebagai panduan dalam berinteraksi di dunia digital. Ia menjelaskan tiga prinsip utama yang harus diterapkan oleh pengguna media sosial:
Baca Juga : MUI Pastikan Produk Tuak Hingga Wine Dapat Sertifikat Halal BPJPH Menyalahi Standar
1. Prinsip Dasar Informasi (Fiqhu Asas al-Akhbar):
Setiap berita memiliki potensi benar atau salah. Pengguna media sosial harus mampu membedakan informasi yang baik dari yang buruk.
2. Prinsip Sumber Berita (Fiqhu Mashadirul Akhbar):
Informasi harus melalui proses validasi dan verifikasi atau tabayyun. “Banyak cara untuk tabayyun seperti memastikan sumber beritanya dari orang atau lembaga tepercaya atau menggunakan aplikasi kroscek berita,” jelasnya.
3. Prinsip Memperlakukan Berita (Fuqhu al-Ta’mul bi al-Akhbar):
Tidak semua berita yang benar layak disebarkan. Penerima informasi harus bijak memilah mana yang berfaedah dan mana yang dapat menimbulkan kerugian.
Baca Juga : MUI Gorontalo Gelar Workshop Dakwah Inklusif untuk Penyandang Disabilitas
“Di era banjir informasi ini, kita perlu filter agar berita yang tersebar menjadi kebaikan dan bukan malapetaka. Ada dua saringan utama: kecerdasan dan kebijakan penerima berita, serta regulasi yang tegas,” tegasnya.
Kiai Cholil menekankan bahwa pengaturan media sosial bukan sekadar pembatasan, tetapi juga upaya membentuk generasi muda yang lebih bijaksana dan produktif di era digital.