Selasa, 01 Oktober 2024 12:08

MUI Pastikan Produk Tuak Hingga Wine Dapat Sertifikat Halal BPJPH Menyalahi Standar

Minuman keras (Miras) jenis Wine mendapat sertifikat halal oleh BPJPH dgn beredar di masyarakat hingga viral di media sosial.
Minuman keras (Miras) jenis Wine mendapat sertifikat halal oleh BPJPH dgn beredar di masyarakat hingga viral di media sosial.

ABATANEWS, JAKARTA Majelis Ulama Indonesia (MUI) memastikan sejumlah produk seperti Tuyul, Tuak, Beer, serta Wine yang mendapat sertifikat halal BPJPH menyalahi aturan. Produk-produk di atas bahkan tidak dibenarkan mendapat sertifikat halal sesuai standar MUI.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh mengatakan temuan produk tersebut berdasarkan video viral yang beredar di media sosial. Setelah dilakukan investigasi hingga pendalaman, terkonfirmasi bahwa informasi tersebut valid.

Produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur Self Declare. Jalur itu, yakni tanpa melalui audit Lembaga Pemeriksa Halal, dan tanpa penetapan kehalalan melalui Komisi Fatwa MUI.

Baca Juga : Viral Penjual Ayam Diprotes Sesama Pedagang Gegara Jual Lebih Murah dari Harga Pasaran

“Penetapan Halal tersebut menyalahi standar fatwa MUI, juga tidak melalui Komisi Fatwa MUI. Karena itu MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebu,” kata Prof Asrorum Niam dalam keterangannya dikutip laman MUI, Selasa (1/10/2024).

Lebih lanjut, Niam menegaskan pihaknya akan segera koordinasi dengan BPJPH untuk mencari jalan keluar terbaik agar kasus serupa tidak terulang. “Saya akan segera komunikasi dengan teman-teman Kemenag, khususnya BPJPH untuk mendiskusikan masalah ini,” tegasnya.

Ia memastikan informasi bahwa kejadian itu valid dan bukti-buktinya jelas terpampang dalam website BPJPH, dan diarsipkan oleh pelapor. Namun, belakangan nama-nama produk tersebut tidak muncul lagi di aplikasi BPJPH.

Baca Juga : Viral, Pria Asal Papua Palak brimob Hingga Rp 1 Miliar

Lebih lanjut Guru Besar Ilmu Fikih ini menyatakan, sesuai dengan ketentuan dalam sertifikasi halal, penetapan kehalalan produk harus mengacu pada standar halal yang ditetapkan oleh MUI.

“Sementara penerbitan Sertifikat Halal terhadap produk-produk tersebut, tidak melalui MUI dan menyalahi fatwa MUI tentang standar halal,” ujarnya.

Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Halal, ada empat kriteria penggunaan nama dan bahan. Di antaranya tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol makanan dan/atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.

Baca Juga : 2 Pemuda Terciduk Polisi Saat Lakukan Vandalisme di Truk Muatan

“Sesuai dengan pedoman dan standar halal, MUI tidak bisa menetapkan kehalalan produk dengan nama yang terasosasi dengan produk haram, termasuk dalam hal rasa, aroma, hingga kemasan. Apalagi produk dengan nama yang dikenal secara umum sebagai jenis minuman yang dapat memabukkan,” jelasnya.

Selain itu, dalam ketentuan Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang penggunaan nama, bentuk dan kemasan produk yang tidak dapat disertifikasi halal, produk halal tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol makanan dan/atau minuman yang mengarah kepada nama benda atau binatang yang diharamkan, termasuk babi dan khamr atau alkohol. Kecuali, produk tersebut termasuk dalam produk tradisi (‘urf) dan sudah dipastikan tidak mengandung unsur yang diharamkan, seperti bakso, bakmi, bakpia, bakpao.

Atas dasar itu, Pengasuh Pesantren Al-Nahdlah ini mengimbau agar semua pihak yang berperan dalam penetapan kehalalan produk melalui mekanisme self declare harus berhati-hatidan lebih teliti, serta memperhatikan titik-titik kritis dalam proses penetapan halal.

Baca Juga : Viral Santri Menangis Histeris Disiram Air Cabai oleh Istri Pimpinan Ponpes

Niam juga menegaskan akan segera berkoordinasi dengan BPJPH agar kasus-kasus serupa tidak terulang. Jangan sampai kata dia, merusak kepercayaan publik yang bisa berdampak buruk bagi upaya penjaminan produk halal.

“Masyarakat harus diyakinkan dengan kerja serius kita. Kalau masyarakat sudah tidak percaya, bisa hancur. Jangan sampai hanya mengejar target kuantitatif jadinya yang keluar adalah halal-halal an,” tegas Niam yang juga Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah ini.

Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menjelaskan sertifikasi halal melalui self declare mengandung kerawanan, karena itu harus hati-hati sekali.

Baca Juga : Tak Panik, 7 Mahasiswi Santai Main Kartu UNO Saat Terjebak di Lift yang Mati

“Pihak-pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi halal, lebih khusus melalui self declare harus berhati-hati dan ekstra teliti, serta mematuhi stadar halal yang berlaku. Harus benar-benar memastikan bahwa produk tersebut merupakan produk yang sudah jelas kehalalannya dan proses produksi sederhana. Juga harus memperhatikan titik-titik kritis dalam proses halal,” ujarnya.

Penulis : Wahyu Susanto
Komentar