ABATANEWS, JAKARTA — Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) melalui Deputi Pemberdayaan Pemuda, Asrorun Ni’am Sholeh, menekankan perlunya langkah rehabilitatif, bukan hukuman pidana, bagi remaja yang menjadi korban judi online.
Menurut Asrorun, tingginya jumlah korban judi online, termasuk 960.000 pelajar dan mahasiswa hingga November 2024, mencerminkan lemahnya proteksi sistem serta kurangnya literasi digital.
“Mereka ini korban dari sistem yang belum cukup protektif. Jadi, penanganan utama adalah rehabilitasi, bukan pendekatan punitif,” ujar Asrorun di Jakarta, Senin (2/12/2024).
Baca Juga : Update Kasus Judi Online di Komdigi: 26 Tersangka, 4 Masih Buron
Asrorun menjelaskan bahwa banyak korban awalnya hanya iseng sebelum akhirnya terjebak dalam sistem destruktif.
Ia juga menyoroti kasus Fajri, seorang pemuda di Sumatera Barat yang beralih dari pengangguran menjadi admin, hingga pengembang situs judi online dengan penghasilan mencapai Rp200 juta per bulan.
Namun, Kemenpora tidak tinggal diam menghadapi situasi ini. Asrorun menyebut program-program seperti digipreneur dan Ngoprek Digital sebagai solusi kreatif untuk mengalihkan energi pemuda ke hal-hal positif berbasis digital.
Baca Juga : Dipaksa Jadi Operator Penipuan Hingga Admin Judol, 21 WNI Korban TPPO Dipulangkan ke Tanah Air
“Kami mendorong anak muda menjadi content creator, YouTuber, atau profesi lain yang berbasis digital. Dari awalnya santai, sekarang bisa mendatangkan nilai ekonomi,” jelas Asrorun.
Selain itu, Kemenpora juga memberikan bantuan akses permodalan dan menyelenggarakan lomba kreativitas berbasis digital.
Menpora Dito Ariotedjo bahkan menginisiasi program youth mental health untuk mendukung kesehatan mental anak muda yang kerap menjadi akar masalah keterlibatan mereka dalam judi online.
Baca Juga : Menteri UMKM Sebut Daya Beli Masyarakat Turun Gegara Marak Judi Online
“Langkah ini bertujuan menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga bijak memanfaatkannya untuk kebaikan bersama,” pungkas Asrorun.