Jumat, 07 Februari 2025 10:03

Kebijakan Deportasi Trump Bagi Indonesia, Bisa Berdampak Inflasi Serta Suku Bunga Tinggi

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) saat melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka Jakarta, dalam membahas sejumlah kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (foto: BPMI Setpres)
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) saat melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka Jakarta, dalam membahas sejumlah kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (foto: BPMI Setpres)

ABATANEWS, JAKARTA – Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengeluarkan sejumlah kebijakan. Salah satunya, mendeportasi warga negara asing (WNA) atau non warga AS yang masuk dalam kategori ilegal.

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Muhammad Chatib Basri, mengatakan masih terdapat ketidakpastian dalam kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Terutama karena beberapa posisi kabinet di pemerintahan Trump yang belum terisi.

Namun, salah satu risiko utama yang harus diantisipasi Indonesia adalah kebijakan deportasi terhadap pekerja ilegal di Amerika Serikat. Akibat deportasi terasbut, berpotensi memicu inflasi serta suku bunga tinggi.

Baca Juga : Dari Stadion Gelora Delta, Prabowo Resmikan 17 Stadion Dengan Anggaran Rp 1,7 Triliun

“Kalau inflasi di Amerika akan naik, maka The Fed itu mungkin tidak mudah untuk menurunkan bunga,” kata Muhammad Chatib Basri dalam keterangan persnya usai melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (6/2/2025).

“Bahkan mungkin akan meningkatkan bunga sehingga risiko pertama yang harus dihadapi Indonesia adalah mungkin interest rate-nya di Amerika masih akan relatif tinggi,” tambahnya.

Dampak kedua, lanjut Muhammad Chatib Basri yakni kemungkinan terjadi strong dollar. Ini tentu akan berpengaruh di dalam kondisi seperti saat ini.

Baca Juga : Sekjen Komite Sentral Partai Komunis Vietnam Akan Temui Presiden Prabowo Sore Ini

Ia menambahkan, dalam pertemuan tersebut Presiden Prabowo menekankan pentingnya reformasi struktural untuk memperkuat daya saing ekonomi Indonesia. DEN pun merekomendasikan percepatan digitalisasi pemerintahan melalui GovTech guna menyederhanakan birokrasi dan meningkatkan iklim investasi.

“Yang penting dilakukan dan Bapak Presiden tadi juga mendukung adalah dilakukan yang namanya structural reform menyangkut mengenai penyederhanan izin, perbaikan iklim investasi, implementasi dari GovTech yang semakin cepat. Karena kalau misalnya digitalisasi dilakukan itu proses dari bureaucratic hurdles-nya itu akan bisa diatasi,” ucap Chatib Basri.

Selain itu, DEN juga menyoroti potensi keuntungan bagi Indonesia dari kebijakan tarif Amerika terhadap China. Dengan tarif impor sebesar 10 persen yang diberlakukan terhadap produk China, ada kemungkinan basis produksi akan bergeser ke negara lain, termasuk Indonesia.

Baca Juga : Trump Usir Zelensky dari Gedung Putih Setelah Tolak Perdamaian Rusia-Ukraina

“Tentu Indonesia harus bisa memanfaatkan kesempatan dari relokasi ini. Itulah yang tadi kami sampaikan kepada Bapak Presiden pentingnya untuk perbaikan iklim investasi, konsistensi dari kebijakan, kepastian usaha karena kalau ini yang terjadi, maka posisi Indonesia sebetulnya bisa diuntungkan,” ujar Chatib Basri.

Namun demikian, DEN menegaskan bahwa Indonesia harus terus berbenah agar dapat memanfaatkan momentum ini. Kepastian kebijakan, stabilitas ekonomi, dan reformasi birokrasi menjadi kunci utama dalam menarik lebih banyak investasi asing.

“Tetapi syaratnya adalah bahwa kita harus melakukan reform. Tanpa itu kita belum bisa mendapatkan manfaatnya,” tutur Muhammad Chatib Basri.

Penulis : Wahyuddin
Komentar