ABATANEWS – Jumlah kasus positif global telah menyentuh angka 250 juta jiwa per Minggu (7/11),
Rinciannya, kasus positif kini mencapai 250.524.158 orang, meninggal 5.063.645 orang dan sembuh 226.777.527 orang.
Amerika Serikat, India, Brasil dan Inggris masih menjadi empat negara dengan kasus terbanyak. Tercatat kasus positif COVID-19 di tiap empat negara itu di atas 9 juta jiwa.
Baca Juga : Ahmad Dhani Tuai Hujatan Usai Sebut K-Pop Seperti Wabah Covid-19
Dikutip dari Reuters via kumparan.com Senin (8/11), sebenarnya penularan COVID-19 sudah mulai menurun seiring banyak masyarakat menerima vaksinasi. Meski begitu, munculnya varian delta memicu penularan harian kembali melonjak.
Reuters mencatat, selama tiga bulan terakhir jumlah rata-rata harian kasus telah turun 36 persen. Namun, total ada 50 juta orang setiap 90 hari tertular COVID-19 karena varian Delta.
Sebelum ada varian delta, butuh hampir satu tahun untuk mencatat 50 juta kasus COVID-19.
Baca Juga : Pemerintah Indonesia Resmi Cabut Status Pandemi COVID-19
“Kami pikir antara sekarang dan akhir 2022 adalah titik di mana kami mengendalikan virus ini di mana kami dapat secara signifikan mengurangi penyakit parah dan kematian,” kata ahli Epidemiologi dari WHO, Maria Van Kerkhove.
Dari total 240 negara, 55 di antaranya kini harus menghadapi lonjakan COVID-19. Bahkan kasus harian di Rusia, Ukraina dan Yunani kini cukup parah seperti saat gelombang pertama.
Reuters menjelaskan, kini lebih dari setengah kasus baru yang dilaporkan di seluruh dunia berasal dari negara-negara di Eropa atau sekitar satu juta kasus setiap empat hari.
Baca Juga : Aturan Baru Soal Covid-19: Tak Ada Lagi Kewajiban Kenakan Masker
Beberapa wilayah di Rusia pada minggu ini memberlakukan pembatasan tambahan atau memperpanjang penutupan tempat kerja untuk memerangi lonjakan kasus COVID-19.
Penularan COVID-19 masih tinggi karena lebih dari setengah populasi dunia belum menerima satu dosis vaksin COVID-19.
Oleh sebab itu, WHO dan kelompok bantuan lainnya bulan lalu mengimbau para pemimpin G20 mendanai rencana 23,4 miliar dolar AS untuk membagikan vaksin, alat testing dan obat-obatan COVID-19 ke negara miskin dalam 12 bulan ke depan.