ABATANEWS, MAKASSAR — Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel) menyarankan rekrutmen calon anggota legislatif oleh partai politik harus dievaluasi jika keinginan Presiden Prabowo Subianto soal pilkada dikembalikan ke DPRD diwujudkan.
Hal itu disampaikan Ketua KAHMI Sulsel Ni’matullah dalam dialog akhir tahun bertema Dinamika Pilkada Tidak Langsung: Efisiensi atau Kepentingan Politik. Acara ini digelar KAHMI Sulsel di Kota Makassar, Sabtu (28/12/2024).
Menurut Ni’matullah, berkualitas atau tidaknya Pilkada melalui DPRD ditentukan oleh kompetensi anggota dewan yang akan mewakili rakyat memilih calon pemimpin.
Baca Juga : KAHMI Sulsel dan Makassar Kolaborasi, Bakal Peringati Bersama Puncak Milad KAHMI ke-58
“Kalau pemilihan anggota legislatifnya terbuka seperti hari ini, itu juga agak susah kita memilih pemimpin yang tepat, karena dipilih orang yang juga tidak kapable,” ujar Ni’matullah.
“Karenanya memang, jika harus diubah sistem pilkadanya maka, rubah juga sistem pemilihan legislatifnya,” imbuh Ullah sapaan Ni’matullah.
Ullah berpendapat, akan sulit menghasilkan kepala daerah berkualitas jika sistem perekrutan hingga penentuan anggota dewan di DPRD tidak dievaluasi.
Baca Juga : Presidium MW Kahmi Sulsel Kecam Oknum Satpol PP Sulbar Injak-injak Bendera HMI
Ullah yang juga Ketua Partai Demokrat Sulsel mendorong politisi yang duduk di parlemen menjadi otonomi partai untuk menentukan. KAHMI Sulsel mengusulkan sistem pileg dengan konsep proporsional tertutup.
Dengan itu, partai politik akan punya kader yang berkompeten di parlemen. Termasuk merevisi undang-undang partai politik agar mencegah “politisi tawaf”.
“Berikan otonomi kepada partai untuk dia menunjuk siapa yang mewakili partainya duduk di situ. Harus relevan seperti itu. Jangan kita membuat kebijakan yang parsial,” kata Ullah.
Baca Juga : KAHMI Nasional-Sulsel Gelar Nobar Lafran Pane di Makassar, Dua Bupati Hadir
“Kalau kita sepakat pemilihannya di DPRD, sistem pilegnya juga dievaluasi. Dengan syarat itu, pilkada di DPRD itu akan akuntabel,” tandas Ullah.
*Dimulai dari Tingkat Kabupaten-Kota
Dalam dialog ini, guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Hamid Paddu berpendapat, pilkada melalui DPRD harus mempertimbangkan aspek efisiensi.
Baca Juga : IAS di Demokrat: 2013 Saya Tidak Kalah Pilgub, Cuma Rejekinya SYL Jadi Gubernur
Hamid Paddu mengatakan, jika Pilkada langsung masih diterapkan pada 2029, maka hal itu disarankan lebih dulu di tingkat provinsi atau pemilihan gubernur. Sebab memerlukan legitimasi rakyat yang lebih luas.
“Gubernur kita pilih langsung tapi banyak syarat harus kita perkuat. Kita perlu tracking figur-figurnya juga. Jangan sampai biar bicara juga tidak bisa,” tutur Hamid.
“Untuk tingkat kabupatan kota, jadi representasi (keterwakilan) bisa kita lakukan,” katanya.
Baca Juga : Muhammad Fauzi Minta Kader HMI Kawal Pembentukan Cabang Penuh Luwu Utara
Hamid menandaskan bahwa Pilkada melalui DPRD juga bersifat demokratis jika berkaca pada Undang-Undang Dasar. Hanya saja, DPRD perlu diperkuat untuk mencegah vote buying.
“Kalau itu terjadi, DPRD yang kita perkuat. Vote buying di DPRD tentu ada, tapi rasionya lebih kecil,” tandas Hamid Paddu.