ABATANEWS – Molnupiravir disebut-sebut akan menjadi obat baru yang ampuh mengatasi Covid-19.
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Zullies Ikawati mengatakan obat molnupiravir memiliki efek hingga 100 persen saat uji klinis fase tiga.
Nantinya, pasien Covid-19 bisa minum obat sendiri di rumah, dan sembuh dalam waktu sekitar 5 hari. Alhasil, Covid-19 nantinya akan ditangani seperti mengobati flu biasa seperti sekarang.
Baca Juga : Eks Kadinsos Makassar Jadi Tersangka Kasus Mark Up Bansos Covid-19
“Sangat menjanjikan bukan? Nah, pada awal Oktober 2021 ini, informasi tentang obat itu kembali mengemuka, setelah perusahaan farmasi Merck melaporkan pada lamannya perkembangan uji klinik obat tersebut, yang disebut-sebut hasilnya cukup menjanjikan,” jelas Zullies dikutip dari Antara.
Molnupiravir adalah obat antivirus yang awalnya dikembangkan oleh Emory (University) Institute for Drug Discovery (EIDD) dalam rangka penemuan obat untuk Venezuelan equine encephalitis virus.
“Senyawa obat ini merupakan analog nucleoside cytidine, yang dapat menyusup rantai RNA dan menghambat sintesis RNA virus melalui penghambatan enzim RdRp (RNA-dependent RNA Polymerase), yang pada gilirannya menghambat replikasi virus,” jelas Zullies.
Baca Juga : Ahmad Dhani Tuai Hujatan Usai Sebut K-Pop Seperti Wabah Covid-19
Uji klinik fase 1 telah dilakukan tahun 2019 untuk aspek keamanannya. Saat pandemi Covid-19 merebak, obat ini diujikan dan hasilnya ada potensi antiviral in vitro dan in vivo.
Uji klinik fase 2 dan 3 pun dilanjutkan pada pasien rawat jalan dan rawat inap. Tapi, uji pada pasien rawat inap dihentikan karena hasilnya tak sesuai harapan.
Sementara itu, uji untuk pasien rawat jalan, dengan kriteria pasien Covid-19 gejala ringan, tidak dirawat di rumah sakit dan usia di atas 18 tahun. Hasilnya diharapkan keluar pada 8 November 2021.
Baca Juga : Pemerintah Indonesia Resmi Cabut Status Pandemi COVID-19
Sementara hasil dari 1.550 subjek cukup baik. Efikasinya mampu menurunkan risiko Covid-19 hingga kurang lebih 50%. Risiko tersebut berupa rawat inap atau kematian.
Jika hasil uji klinik diterima oleh badan otoritas obat di Amerika, FDA, maka molnupiravir diperkirakan dapat menjadi alternatif favipiravir yang digunakan saat ini Indonesia. Namun tentu saja harus mendapatkan izin dari BPOM.