ABATANEWS, JAKARTA — Penelitian JakPat yang dimuat dalam laman Databoks menunjukkan bahwa 76% masyarakat Indonesia masih menganggap kulit putih sebagai standar kecantikan ideal. Akibatnya, produk skincare pencerah terus diminati, meski tidak semua produk tersebut aman. Ironisnya, stigma “putih itu cantik” tidak hanya mendorong masyarakat untuk membeli, tetapi juga memicu peredaran produk berbahaya yang sering kali melanggar aturan BPOM.
Peredaran produk skincare berbahaya semakin sering terungkap. Misalnya, kasus di Sulawesi, di mana tiga tersangka memproduksi dan mengedarkan skincare ilegal. Penelitian dalam Jurnal KESMAS (2020) juga mengungkap bahwa dari delapan merek kosmetik pemutih yang diuji di Kota Manado, tiga di antaranya positif mengandung merkuri, bahan yang jelas dilarang oleh Permenkes RI No. 445/Menkes/PER/VI/1998.
Laporan terbaru BPOM RI pada November 2024 memperlihatkan situasi mengkhawatirkan: 55 produk kosmetik berbahaya ditemukan hanya dalam satu bulan. Sebagian besar adalah krim pemutih yang mengandung merkuri, meskipun bahan ini sudah lama dilarang.
Baca Juga : Polda Sulsel Publis Identitas 3 Owner Skincare Mengandung Bahan Berbahaya
Meski isu ini terus muncul, bisnis skincare tetap tumbuh pesat. Pada periode Ramadan 2024, penjualan produk skincare di platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan Blibli mencapai Rp 740,68 miliar, naik 22% dibanding tahun sebelumnya (CNBC Indonesia). Namun, lonjakan ini berbanding lurus dengan risiko meningkatnya produk-produk berbahaya di pasar.
Peran Konsumen: Cerdas dan Teliti Memilih skincare
Produk skincare yang aman dirancang untuk merawat kulit secara perlahan dan berkelanjutan, bukan memberikan hasil instan. CEO dan Founder L’Essential, Dra. Lina Liputri, Apt., menekankan pentingnya konsumen memahami kandungan dan manfaat produk sebelum membeli. “Jangan mudah tergiur klaim instan. Perawatan kulit membutuhkan proses,” ujarnya.
Tak hanya konsumen, produsen juga harus memahami pentingnya standar keamanan dan kualitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1175/MENKES/PER/VIII/2010, kosmetik pemutih harus diproduksi oleh industri dengan izin golongan A serta memenuhi standar Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). BPOM juga mewajibkan produk memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, dan mutu sesuai regulasi.
Baca Juga : Polda Sulsel Sita 6 Merek Skincare Mengandung Merkuri, Ini Daftarnya
L’ESSENTIAL: Model Bisnis skincare yang Bertanggung Jawab
PT L’ESSENTIAL, produsen skincare berbasis di Tangerang sejak 2004, menjadi salah satu contoh perusahaan yang mengutamakan keamanan, inovasi, dan teknologi modern. Dengan mengantongi sertifikasi CPKB, CPOB, PKRT, dan Halal MUI, L’ESSENTIAL terus berkomitmen menyediakan produk berkualitas tinggi.
“Sebagai perusahaan maklon skincare, kami mendukung klien menciptakan produk yang sesuai target pasar. Kami fleksibel dengan MOQ rendah dan formulasi khusus, sehingga mampu bersaing di pasar yang terus berkembang,” jelas Dra. Lina Liputri, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Minggu (15/12/2024).
Visi perusahaan ini adalah menjadi pemimpin pasar di Indonesia dalam bidang kesehatan kulit dan kecantikan berbasis teknologi inovatif. Dengan terus berinovasi dan berkolaborasi, L’ESSENTIAL berkomitmen menjaga hubungan jangka panjang dengan klien, sekaligus meningkatkan standar industri kosmetik nasional.
Baca Juga : Polda Sulsel Sita 6 Merek Skincare Mengandung Merkuri, Ini Daftarnya
Bisnis skincare menawarkan peluang besar, tetapi tidak terlepas dari tanggung jawab produsen dan konsumen. Edukasi tentang keamanan produk, pentingnya sertifikasi, dan bahaya merkuri harus terus digaungkan. Konsumen yang bijak dan produsen yang bertanggung jawab adalah kunci menciptakan industri kecantikan yang sehat dan berkelanjutan.