ABATANEWS – Sekitar 216 juta orang Indonesia telah terpapar Covid-19 Delta atau sekitar 80 persen dari jumlah penduduk. Hal itu dikemukakan oleh Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Citra Indriani.
Dugaan Citra berdasar pada kasus penurunan Covid-19 yang turun secara signifikan dalam kurun waktu 4 bulan terakhir di Indonesia.
“Infeksi covid lebih dari 50% adalah asimtomatis, mungkin 80% penduduk kita telah terinfeksi (varian) Delta. Namun, kalau sudah terinfeksi sedemikian banyak apakah sudah memiliki imunitas kelompok dan tidak ada ancaman gelombang ketiga? Sebagian besar infeksi natural membentuk antibodi yang spesifik untuk virus atau strain virus yang menginfeksi, tidak untuk strain yang lain. Sehingga imunitas alamiah yang terbentuk saat ini mungkin tidak bisa kita andalkan apabila kita kedatangan strain yang baru,” kata Citra, dilansir situs resmi UGM, pada Senin (22/11/2021).
Baca Juga : Eks Kadinsos Makassar Jadi Tersangka Kasus Mark Up Bansos Covid-19
Selain faktor imunitas alamiah pasca terinfeksi terbentuk, program vaksinasi sekarang ini sudah menyentuh di 208 juta yang sudah divaksinasi dan 88 juta diantaranya sudah mendapat dosis vaksin lengkap.
“Saya kira vaksinasi mempunyai peran besar untuk mencegah bentuk parah sakit karena meskipun sudah divaksin masih punya potensi terinfeksi dan menjadi sakit. Melihat beberapa rekaman data yang terinfeksi di gelombang Januari, juga kemudian kembali terinfeksi delta di Juni-Juli, dan kasus-kasus meninggal memiliki riwayat belum mendapatkan vaksinasi. Harapannya tentu pada percepatan vaksinasi, dan sisir wilayah untuk vaksinasi terutama lansia bisa berperan untuk mitigasi bentuk parah infeksi SARS-COV 2. Kalaupun gelombang 3 terjadi, sistem kesehatan kita tidak lagi menghadapi kasus-kasus berat yang jumlahnya ribuan setiap harinya,” paparnya.
Meski angka kasus positif baru setiap hari rata-rata kurang dari 400 kasus, kebijakan pembatasan mobilitas dengan penerapan PPKM level 3 saat jelang Natal dan tahun baru menurutnya sudah tepat dilakukan. Namun begitu, kenaikan angka mobilitas masyarakat sekarang ini menurutnya tidak bisa dihindari.
“Kenaikan mobilitas adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari. Kalau kita lihat dari 1,5 tahun pandemi, gelombang kenaikan selalu diawali dengan peningkatan mobilitas, saat Natal-tahun baru dan pasca lebaran,”ujarnya
Baca Juga : Ahmad Dhani Tuai Hujatan Usai Sebut K-Pop Seperti Wabah Covid-19
Pembatasan mobilitas melalui penerapan PPKM level 3 jelang Natal dan tahun baru menurutnya sebagai bagian dari bentuk pengendalian agar tidak terjadi penularan secara masif.
“Meskipun kita batasi, mobilitas tetap terjadi, namun tidak semasif apabila tidak diberlakukan pembatasan. Pembatasan kerumunan dan mobilitas sudah sesuai dengan pembelajaran sebelumnya bahwa gelombang kita diawali pada periode Natal-tahun baru serta lebaran, apalagi di negara-negara tetangga saat ini sedang mengalami gelombang delta varian AY.4.2,”jelasnya.
Menurutnya, pembatasan mobilitas dan penerapan protokol kesehatan dalam kegiatan masyarakat terus dilakukan hingga seluruh penduduk dunia betul-betul aman dari infeksi Covid-19 dan vaksinasi sudah mencapai target di seluruh negara.
Baca Juga : Pemerintah Indonesia Resmi Cabut Status Pandemi COVID-19
“Kita masih akan menghadapi kasus Covid-19 selama angka vaksinasi dunia juga belum mencapai target. Sehingga yang diperlukan saat ini adalah mengubah mindset dan menerima bahwa kita akan hidup berdampingan dengan pembatasan mobilitas ini, naik level turun level PPKM harus dijalani, dan beradaptasi dengan situasi ini karena tidak ada kepastian untuk menjawab sampai kapan,” pungkasnya. (*)