ABATANEWS, JAKARTA — Enam pihak yang mengajukan permohonan uji formil Undang-undang No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) ditolak Mahkamah Konstitusi.
Keenamnya yakni perkara Nomor 47/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Mulak Sihotang, Nomor 48/PUU-XX/2022 oleh Damai Hari Lubis, Nomor 53/PUU-XX/2022 oleh Anah Mardianah, Nomor 54/PUU-XX/2022 oleh Muhammad Busyro Muqoddas dkk, Nomor 39/PUU-XX/2022 oleh Sugeng, dan Nomor 40/PUU-XX/2022 oleh Herifuddin Daulay.
Putusan uji formil dan materiil UU IKN itu dibacakan oleh delapan hakim konstitusi kecuali Ketua MK Anwar Usman, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (31/5/2022).
Baca Juga : Perintah Prabowo ke Basuki: 2025 Pindahkan ASN, 2028 Bangun Kantor DPR di IKN
Wakil Ketua MK Aswanto bertindak sebagai hakim ketua didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya. Sebelumnya, perkara itu disidangkan oleh majelis panel yang diketuai oleh Anwar Usman.
Majelis hakim konstitusi menilai keenam permohonan itu cacat formil karena diajukan lebih dari 45 hari setelah UU IKN diundangkan di dalam Lembaran Negara. Persoalan kedudukan hukum dan permohonan dinilai kabur menjadi pertimbangan lainnya.
Hakim konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan putusan Nomor 39/PUU-XX/2022 menyebutkan, setelah mahkamah memeriksa perkara tersebut, pemohon telah diberi nasihat untuk memperbaiki dan memperjelas hal-hal yang berkaitan dengan kedudukan hukum, posita, serta petitum permohonan.
Baca Juga : Presiden Prabowo Lantik Basuki Hadimuljono sebagai Kepala Otorita IKN
Majelis panel memberikan nasihat agar pemohon dapat memperjelas permohonan. Pemohon diminta untuk menguraikan secara jelas tentang kedudukan hukum dengan membedakan kedudukan hukum antara uji formil dan uji materiil.
Namun, setelah pemohon memperbaiki permohonannya, mahkamah menemukan fakta pada bagian kedudukan hukum (legal standing) bahwa pemohon tidak dapat menguraikan dengan jelas potensi kerugiannya sebagai pensiunan PNS yang tinggal di Kota Tangerang, Banten.
Selain itu, pemohon juga tidak dapat menguraikan dengan jelas persoalan pertautan potensi kerugian dengan persoalan konstitusionalitas UU No 3/2022 secara formil.
Baca Juga : Presiden Prabowo Jadwalkan Kabinet Merah Putih Bertandang ke IKN
”Dalam pengujian materiil, uraian pada bagian kedudukan hukum berisi argumentasi yang tidak relevan dengan anggapan kerugian hak konstitusional pemohon,” kata Wahiduddin dikutip dari Kompas.com, pada Rabu (1/6/2022).
“Uraian itu tidak dapat menjelaskan adanya kerugian hak konstitusional baik dalam pengujian formil maupun materiil. Menurut mahkamah terdapat ketidakjelasan dalam uraian mengenai kedudukan hukum,” jelasnya.
Sementara itu, dalam putusan Nomor 54/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Busyro Muqoddas dkk, hakim konstitusi Manahan MP Sitompul mengatakan, tenggang waktu pengajuan formil UU telah diatur dalam putusan MK Nomor 27/PUU-VII/2009 tertanggal 16 Juni 2010.
Baca Juga : Jokowi Resmikan Mayapada Hospital Nusantara, RS Berstandar Internasional di IKN
Dalam putusan itu disebut, untuk kepastian hukum, ditetapkan tenggat uji formil adalah 45 hari setelah UU dimuat dalam lembaran negara.
Berdasarkan akta penerimaan berkas pendaftaran di MK, permohonan Busyro dkk baru diajukan pada 1 April 2022. Padahal, UU IKN diundangkan dalam lembaran negara pada 15 Februari 2022.
“Dengan demikian, permohonan para pemohon diajukan pada hari ke-46 sejak UU No 3/2022 diundangkan dalam Lembaran Negara. Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas, permohonan pemohon telah melewati tenggang waktu 45 hari sejak UU No 3/2022 diundangkan,” papar Manahan.
Baca Juga : Jelang Purna Tugas, Jokowi Resmikan Istana Negara IKN
“Dengan demikian, permohonan tidak memenuhi syarat formil pengajuan permohonan pengujian formil di MK,” katanya.
Adapun saat ini masih ada dua perkara uji formil dan uji materiil UU IKN yang belum diputus oleh MK.
Keduanya yaitu perkara Nomor 25/PUU-XX/2022 yang diajukan Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) serta perkara Nomor 34/PUU-XX/2022 yang diajukan Azyumardi Azra, Din Syamsuddin, dkk.