ABATANEWS — Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperkirakan anggota, keluarga dan simpatisan beberapa organisasi Teroris di Indonesia saat ini jumlahnya sekitar 17 ribu orang. Estimasi ini lebih rendah ketimbang 20 ribuan pada 2019.
Direktur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwahid kepada VOA, mencontohkan untuk Jamaah Islamiyah saja, berdasarkan keterangan pemimpinnya Para Wijayanto, yang tercatat sebagai anggotanya sebanyak enam ribu orang. Ini belum ditambah dengan jumlah simpatisannya.
“Belum lagi JAD (Jamaah Ansarud Daulah), kemudian kelompok-kelompok lain, misalnya Jamaah Ansarul Khilafah (JAK), kemudian Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Mujahidin Indonesia Barat (MIB), kemudian Forum Jihad Islam (FJI). Makanya kelompok-kelompok radikal, termasuk Majelis Mujahidin, itu juga mendukung aktivitas gerakan ini. Jadi estimasinya keseluruhan jaringan teror maupun simpatisan sekitar itu, hasil analisa kami dengan para penyidik,” kata Ahmad.
Baca Juga : Kapolri Ungkap 181 Teroris Ditangkap Sejak 2023 Hingga 2024
Kalau dilihat dari kegiatan mereka di dunia maya, lanjut Ahmad, para anggota dan simpatisan beragam kelompok teror di Indonesia sudah melakukan takfiri atau mengkafirkan orang lain yang tidak sependapat. Mereka juga sudah menyatakan dirinya sebagai sosok antipemerintah, pro-khilafah atau anti-Pancasila.
Ahmad menambahkan anggota dan simpatisan berbagai kelompok teror ini juga selalu mengunggah dukungan terhadap jaringan teroris internasional, seperti ISIS (Negara islam Irak dan Suriah) dan Al-Qaida.
Menurut Ahmad, BNPT bersama Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri terus memonitor anggota dan simpatisan tersebut.
Baca Juga : Duduk di Bangku VIP, 11 Eks Narapidana Terorisme Ikut Upacara HUT Ke-79 RI di Gorontalo
Namun skala prioritasnya adalah mereka yang memang sudah masuk ke dalam organisasi teroris dengan indikatornya adalah berbaiat kepada pemimpin atau ustadnya, terlibat dalam pengajian eksklusif, menjalani latihan perang dan sebagainya.
Kalau indikator-indikator itu sudah terpenuhi maka Densus 88 menangkap mereka sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme. Sejak beleid ini berlaku tiga tahun lalu, sudah 1.300-an terduga Teroris ditangkap.
Ahmad menjelaskan pendekatan yang dilakukan pihak keamanan terhadap anggota dan simpatisan organisasi teroris di Indonesia adalah melalui pendekatan kontra intelijen, pendekatan deradikalisasi, pendekatan ideologi, pendekatan kontra narasi, dan pendekatan kemanusiaan.