ABATANEWS, JAKARTA — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) telah mengungkapkan data terkait penangkapan para demonstran yang menolak Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) pada aksi protes Kamis (22/8/2024) kemarin.
Dalam jumpa pers yang dilakukan secara daring pada Jumat (23/8/2024), Wakil Ketua Advokasi YLBHI, Arif Maulana, menyampaikan bahwa pihaknya menerima 51 pengaduan melalui call center Tim Advokasi Untuk Demokrasi.
Pengaduan ini mencakup kasus-kasus penangkapan dan pemeriksaan terhadap 39 orang di Polres Jakarta Barat dan Polsek Tanjung Duren.
Baca Juga : Media Asing Ramai Nyinyirin Kaesang yang Gagal Maju Pilkada, Ungkit Jet Pribadi
Menariknya, laporan ini tidak hanya datang dari pihak pengacara dan aktivis, tetapi juga melibatkan lembaga pemerintah seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Berdasarkan informasi dari jaringan YLBHI, sebanyak 105 orang diproses di dua lokasi kepolisian tersebut, termasuk 78 anak di bawah umur. Meskipun data ini belum dikonfirmasi oleh pihak kepolisian, temuan ini menimbulkan kekhawatiran serius mengenai pelanggaran hak-hak warga negara, terutama hak anak.
Menurut Arif Maulana, YLBHI juga mengamati adanya indikasi pelanggaran hak oleh aparat kepolisian. Hal ini disimpulkan dari advokasi yang dilakukan YLBHI di Polda Metro Jaya, di mana mereka memberikan bantuan hukum kepada pelajar dan mahasiswa yang ditangkap selama aksi demonstrasi di depan gedung DPR.
Baca Juga : Mobil Angkutan Umum Terbakar Saat Demo Ricuh di Makassar
Keberadaan anak-anak dalam kelompok yang diamankan ini menimbulkan pertanyaan kritis tentang prosedur penangkapan dan perlakuan terhadap anak-anak dalam konteks protes publik.
YLBHI mendesak aparat kepolisian untuk memberikan penjelasan resmi mengenai kasus ini dan memastikan bahwa hak-hak para demonstran, khususnya anak-anak, dilindungi sesuai dengan hukum yang berlaku.