ABATANEWS, JAKARTA — Donald Trump kembali menjadi sorotan dengan pernyataannya tentang rencana menggunakan militer Amerika Serikat (AS) untuk melakukan deportasi massal terhadap jutaan imigran tak berdokumen.
Dalam unggahannya di jejaring sosial Truth Social, Trump memberikan sinyal kuat bahwa kebijakan ini akan menjadi prioritas utama begitu ia resmi menjabat kembali pada Januari 2025.
Pernyataan ini memicu diskusi luas tentang kesiapan logistik dan dampak sosial dari rencana tersebut. Para ahli mempertanyakan apakah aparat Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) yang terdiri dari sekitar 20.000 agen cukup untuk melacak jutaan imigran yang menjadi sasaran kebijakan tersebut.
Baca Juga : Prabowo Beri Selamat Atas Terpilihnya Kembali Donald Trump Jadi Presiden AS
Selain itu, biaya operasional yang besar diperkirakan menjadi tantangan serius. Namun, Trump menegaskan bahwa aspek finansial tidak akan menghentikan langkahnya.
Selain isu logistik, rencana ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang dampak sosial dan kemanusiaan.
Kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa deportasi massal dapat memecah keluarga, melibatkan anak-anak, dan menciptakan ketidakpastian besar bagi komunitas imigran.
Baca Juga : Donald Trump Klaim Menang Pilpres AS, Unggul 51,2 Persen Suara
Di sisi lain, Trump telah menunjuk sekutu-sekutunya untuk mengawasi kebijakan ini, termasuk Kristi Noem sebagai calon Menteri Keamanan Dalam Negeri dan mantan kepala ICE Tom Homan, yang dikenal dengan pendekatan keras terhadap imigrasi.
Namun, hingga kini, tim Trump belum memberikan rincian konkret tentang bagaimana operasi ini akan dilaksanakan.
Rencana deportasi massal ini bukan hanya ujian bagi pemerintahan Trump tetapi juga menjadi cerminan arah kebijakan imigrasi AS di bawah kepemimpinannya.