ABATANEWS, MAROS – Proses pembangunan Asphalt Mixing Plant (AMP) yang ada di Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros mendapat penolakan keras dari masyarakat sekitar.
Victor Muharram, salah seorang warga dari Desa Samangki, menjelaskan terkait keresahan dan penolakan masyarakat sekitar, serta potensi dampak yang akan ditimbulkan ketika pabrik aspal tersebut mulai beroperasi.
“Wilayah yang menjadi lokasi pembangunan parbrik aspal itu adalah daerah resapan air dari beberapa sumber mata air, dengan kontur tanah yang berpori. Selain itu, limbah dari pabrik jelas akan mencemari tanah dan sungai. Apalagi, sungai-sungai sekitar dimanfaatkan oleh petani untuk mengairi daerah persawahan di Desa Samangki,” Tegasnya
Baca Juga : Polda Sulsel Tangkap 39 Orang Terkait TPPO, Dijadikan Pekerja Migran dan Eksploitasi Seksual
Selain Victor Muharram, Arun yang juga merupakan masyarakat dari Desa Semangki mulai mengeluhkan terkait apa yang masyarakat rasakan saat berjalannya proses pembangunan pabrik aspal di desa mereka.
“Sekarang, proses pembangunannya saja sudah ada dampak yang dirasakan oleh masyarakat seperti debu dari aktivitas kendaraan proyek. Makanya kami sebagai Masyarakat Desa Samangki menolak pembangunan pabrik aspal,” Tutupnya.
Polemik serta dampak dari pembangunan pabrik aspal yang dirasakan oleh masyarakat Desa Samangki juga mendapat respon dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan. Komentar ini disampaikan langsung oleh Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel, Nur Asisah yang menyebutkan bahwa pabrik aspal yang dibangun oleh PT Delima Utama melanggar aturan karena tidak memiliki izin.
Baca Juga : Pelaku Pembunuhan Jessica Sollu Ditangkap, Korban Sempat Diperkosa
“Pabrik aspal yang dibangun oleh PT. Delima Utama tidak memiliki izin, makanya pemerintah dan aparat kepolisian harus tegas dan menghentikan proses pembangunannya,” Kata Asisah.
Selain itu, dari informasi yang kami kumpulkan diketahui bahwa perusahaan melakukan aktivitas tanpa sosialisasi terlebih dahulu dengan masyarakat di Desa Samangki. Sehingga, kehadiran perusahaan tersebut menuai protes karena mengganggu masyarakat sekitar. Tak hanya itu, menurut Nur Asisah, pabrik ini akan berdampak pada ekosistem dan menghancurkan habitat hutan, lahan perkebunan, dan sawah milik masyarakat.
“Pembangunan pabrik aspal yang tidak memiliki izin dan kajian lingkungan jelas akan mengakibatkan kerusakan yang cukup masif. Jika kerusakan terjadi, maka akan berdampak pada wilayah kelola masyarakat, bahkan sungai yang berada dekat dengan pabrik jelas akan tercemar,” tutup Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel ini.
Baca Juga : Polda Sulsel Publis Identitas 3 Owner Skincare Mengandung Bahan Berbahaya
Oleh karena itu, Masyarakat dan WALHI Sulsel mendesak agar pemerintah daerah dan aparat kepolisian turun tangan untuk menghentikan pembangunan pabrik aspal secara permanen. Terlebih jika melihat dampak dan kerusakan yang ditimbulkan bagi lingkungan dan masyarakat di Desa Samangki serta Kabupaten Maros pada umumnya.