Jumat, 05 Desember 2025

Sebanyak 12 Perusahaan Diduga Biang Kerok Perparah Banjir Sumatra

Sebanyak 12 Perusahaan Diduga Biang Kerok Perparah Banjir Sumatra

ABAATNEWS, JAKATRTA — Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi 12 perusahaan yang terindikasi berkontribusi terhadap bencana banjir di Pulau Sumatra.

“Gakkum [Penegakan Hukum] Kehutanan sementara telah menemukan indikasi pelanggaran di 12 lokasi subjek hukum. Ada 12 perusahaan di Sumatra Utara dan penegakan hukum terhadap subjek-subjek hukum tersebut akan segera dilakukan,” kata Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (4/12/2025).

Raja Juli tidak memerinci nama-nama perusahaan tersebut, tetapi ia memastikan hasil dari proses hukum ini akan dilaporkan ke Komisi IV DPR RI dan publik. Selain itu, Kemenhut melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan awal Desember 2025 telah menetapkan moratorium layanan tata usaha kayu tumbuh alami di Areal Penggunaan Lain (APL) untuk skema Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT), menyusul temuan kejahatan kehutanan berupa pencucian kayu hasil pembalakan liar atau illegal logging yang menjadi salah satu pemicu bencana banjir bandang di sejumlah provinsi Pulau Sumatra.

Seiring dengan hal ini, Kemenhut juga bakal melakukan evaluasi menyeluruh dan pengawasan ketat terhadap seluruh pemanfaatan kayu di areal PHAT. BACA JUGA Pemerintah Bakal Cabut Izin 8 Perusahaan Terindikasi Penyebab Banjir Sumatra Kemenhut Identifikasi 12 Perusahaan Terindikasi Picu Banjir Sumatra Gandeng Polri, Menhut Telusuri Asal-usul Kayu Gelondongan Pascabanjir Sumatra Dalam siaran pers, Ditjen Gakkumhut menjelaskan telah mengidentifikasi sejumlah pola pencucian kayu melalui skema PHAT.

Sejumlah modus yang paling umum dipakai pelaku antara lain pemalsuan atau manipulasi dokumen kepemilikan lahan, kemudian kayu dari luar areal PHAT “dititipkan” menjadi seolah-olah berasal dari PHAT. Kayu dari kawasan hutan yang berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP) dan Hutan Lindung (HL) juga dibawa masuk dan dibuatkan Laporan Hasil Produksi (LHP) fiktif dengan volume yang dinaikkan. Modus pencucian ini juga meliputi pemalsuan LHP dengan petak, diameter, dan panjang kayu yang tidak sesuai kondisi lapangan; perluasan batas peta PHAT yang melampaui alas hak yang sah, sehingga penebangan masuk ke kawasan hutan negara; dan penggunaan PHAT milik masyarakat sebagai “nama pinjam” oleh pemodal untuk melegalkan penebangan skala besar.

Selain itu, terdapat pula modus pengiriman kayu yang melampaui volume LHP atau Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKSHHK) melalui penggunaan berulang dokumen yang sama; dan penarikan kayu dari kawasan hutan yang kemudian diregistrasi sebagai kayu PHAT setelah dipindahkan dan dikumpulkan di lahan milik. Sepanjang 2025, Kementerian Kehutanan melaporkan telah menangani sejumlah perkara illegal logging dengan modus pencucian kayu melalui PHAT di berbagai wilayah Sumatra.

Beberapa di antaranya adalah pengungkapan penebangan pohon secara tidak sah di luar areal PHAT dan kawasan hutan oleh pemilik PHAT dengan barang bukti sekitar 86,60 m³ kayu ilegal di Aceh Tengah pada Juni 2025. Kemudian temuan kegiatan penebangan pohon di kawasan hutan di luar PHAT yang diangkut menggunakan dokumen PHAT dengan barang bukti 152 batang kayu bulat, dua unit ekskavator, dan satu unit bulldozer di Solok, Sumatra Barat pada Agustus 2025.

Menteri Lingkungan Hidup Bakal Cabut Izin 8 Perusahaan Duka akibat bencana Sumatra dan banjir yang belum surut, semakin menimbulkan kepedihan. Bencana Sumatra ini mendapatkan penanganan nasional, sebab masih banyak daerah-daerah yang terisolir dan akses infrastruktur yang terputus karena bongkahan kayu dan batu yang melanda desa-desa.

Merespon ini, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol menyatakan bakal mencabut persetujuan lingkungan 8 perusahaan yang diduga menyebabkan bencana banjir di Sumatra. Menurutnya, pihaknya bersama Dewan akan melakukan penelusuran detail terkait akar masalah bencana tersebut. Hal tersebut disampaikannya usai rapat kerja (raker) dengan Komisi XII DPR RI pada Rabu (3/12/2025).

“Kami mulai hari ini akan menarik kembali semua persetujuan lingkungan dari dokumen lingkungan yang ada di daerah-daerah bencana,” kata Hanif di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, dikutip pada Jumat (5/12/2025). Lebih lanjut, sejumlah entitas juga akan dipanggil Kementerian LH untuk memberikan keterangan karena terindikasi memperparah bencana berdasarkan kajian sementara dari citra satelit. Pihaknya telah melayangkan surat agar pemberian keterangan dapat berlangsung pada Senin (8/12/2025) pekan depan. Hanif lantas menyebut bahwa kunjungan lapangan juga dilakukan agar pemerintah dapat merumuskan tindak lanjut terhadap masing-masing entitas tersebut.

Komentar