Selasa, 04 Mei 2021 14:13

Hikmah

Rukun, Niat dan Keutamaan Itikaf di 10 Terakhir Ramadhan

Rukun, Niat dan Keutamaan Itikaf di 10 Terakhir Ramadhan

DI antara amalan sunnah di bulan suci Ramadhan adalah beri’tikaf. Kendati termasuk amalan sunnah yang bisa dilakukan kapan saja, tetapi khususnya di bulan Ramadhan, itikaf lebih dianjurkan, terutama di sepuluh malam terakhir.

Keutamaannya pun sangat besar, terlebih menjadi bagian dari upaya meraih keutamaan Lailatul Qadar. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah saw. bahkan menyatakan bahwa i’tikaf di sepuluh malam terakhir bagaikan beri’tikaf bersama beliau.

مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ

Baca Juga : Doa Akhir Ramadan yang Dibaca Rasulullah SAW, Amalkan Sebelum Bulan Puasa Berakhir

Artinya, “Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir,” (HR Ibnu Hibban).

Secara terminologi, i’ikaf adalah berdiam diri di masjid disertai dengan niat. Tujuannya adalah semata beribadah kepada Allah, khususnya ibadah yang biasa dilakukan di masjid.

Melakukannya pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, lebih diutamakan dibanding pada waktu-waktu yang lain, demi menggapai keutamaan Lailatul Qadar yang waktunya dirahasiakan Allah.

Baca Juga : Bolehkah Baca Al Quran Melalui HP? Ini Penjelasan Ustadz Abdul Somad

Karena dirahasiakan itulah, maka siapa pun kita harus senantiasa mengisi malam-malam Ramdhan dengan berbagai amaliah, baik wajib maupun sunnah, dengan tujuan agar tidak terlewatkan.

Adapun rukun itikaf sendiri ada empat: (1) niat, (2) berdiam diri di masjid sekurang-kurangnya selama tumaninah shalat, (3) masjid, dan (4) orang yang beri’tikaf.

Kemudian, syarat orang yang beritikaf adalah beragama Islam, berakal sehat, dan bebas dari hadas besar. Artinya, tidak sah i’tikaf dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.

Baca Juga : Bolehkah Membayar Zakat Fitrah dari Uang Hasil Hutang?

Saat berniat, seorang yang beritikaf harus menyebutkan status fardhu i’tikafnya apabila itikaf tersebut dinadzarkan. Kemudian, macam-macamnya ada tiga: (1) i’tikaf mutlak, (2) itikaf terikat waktu tanpa terus-menerus, (3) itikaf terikat waktu dan terus-menerus.

I’tikaf mutlak walaupun lama waktunya cukuplah berniat sebagai berikut:

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى

Baca Juga : Bagaimana Jika Saat Lebaran Ditanya Kapan Nikah? Ini Kata Ustadz Abdul Somad

Artinya, “Aku berniat itikaf di masjid ini karena Allah.” Sedangkan itikaf yang terikat waktu, selama satu bulan misalnya, niatnya adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا/لَيْلًا كَامِلًا/شَهْرًا لِلهِ تَعَالَى

Artinya, “Aku berniat itikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah.”

Baca Juga : Bisakah Wanita Haid Mendapat Malam Lailatul Qadar, Ini Penjelasan Buya Yahya

Adapun yang membatalkan itikaf ada sembilan: (1) berhubungan suami-istri, (2) mengeluarkan sperma, (3) mabuk yang disengaja, (4) murtad, (5) haidh, selama waktu itikaf cukup dalam masa suci biasanya, (6) nifas, (7) keluar tanpa alasan, (8) keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda, (9) keluar disertai alasan hingga beberapa kali, padahal keluarnya karena keingingan sendiri.

Kapan pun di antara kesembilan perkara itu menimpa seseorang yang beritikaf maka batallah i’tikafnya. Dan batal pula kelangsungan dan kelanggengan i’tikaf yang terikat dengan waktu yang berturut-turut.

Sumber: NU Online

Komentar