Minggu, 01 Mei 2022 11:11

Rektor ITK Singgung ‘Manusia Gurun’ dan ‘Bahasa Langit’, Pihak Kampus Tak Mau Tanggung Jawab

Menristek Dikti kala itu Prof Mohamad Nasir Prof Budi Santosa Purwokartiko sebagai rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) periode 2018-2022. (Dok ITK)
Menristek Dikti kala itu Prof Mohamad Nasir Prof Budi Santosa Purwokartiko sebagai rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) periode 2018-2022. (Dok ITK)

ABATANEWS, MAKASSAR – Tulisan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Budi Santosa Purwokartiko viral di media sosial. Tulisan Budi menuai banyak kontroversi. Karena dianggap rasis, xenophobic, hingga islamophobia.

Dalam tangkapan layar tulisan yang beredar luas, Budi menceritakan saat menjadi pewawancara dalam seleksi penerima beasiswa LPDP.

Budi mengungkit kalimat “manusia gurun” dan “bahasa langit” yang dinilai tidak pantas diungkapkan oleh seorang guru besar dengan jabatan profesor di sebuah lembaga pendidikan kampus.

Tulisan Budi pun ditanggapi banyak warganet. Banyak yang mengkritik Budi, terlebih lagi seorang Rektor ITK.

Pihak kampus ITK pun akhirnya angkat bicara atas polemik ini. Lewat akun Twitter resmi @_itk_official, pihak kampus tak mau bertanggung jawab atas tulisan Budi.

Ia meminta kepada pihak manapun agar tidak mengaitkan tulisan Budi dengan kampus. Bahkan, pihak ITK tak mau ikut campur dan tak bertanggung jawab atas tulisan Budi.

“Dengan ini kami informasikan bahwa tulisan Prof. Budi Santosa Purwokartiko tersebut merupakan tulisan pribadi dan tidak ada hubungannya dengan jabatan beliau sebagai rektor ITK,” bunyi keterangan ITK di akun Twitter.

“Mohon pemberitaan dan komentar lebih lanjut baik oleh media maupun para netizen tidak mengaitkan dengan institusi ITK, dan awak media atau para netizen dapat langsung berkomunikasi dengan Beliau,” bunyi keterangan ITK.

Berikut isi tulisan Budi Santoso Purwokartiko yang kontroversial:

Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5 persen sisi kanan populasi mahasiswa.

Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8, dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8.5, bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan, dan asisten lab atau asisten dosen.

Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha-usaha untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dan sebagainya. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dan sebagaianya.

Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi-posisi di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada dua cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada dua tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar-benar open mind. Mereka mencari Tuhan ke negara-negara maju, seperti Korea, Eropa Barat, dan US, bukan ke negara yang orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.

Penulis : Wahyuddin
Komentar