ABATANEWS, JAKARTA – PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa terjih mengenai cryto currency atau mata uang kripto. Muhammadiyah memutuskan kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan lainnya dinyatakan haram.
“Menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram, baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar,” tulisnya seperti dikutip dari laman muhammadiyah.or.id, pada Kamis (20/1/2022).
Fatwa tarjih ini termaktub dalam Majalah Suara Muhammadiyah edisi 01 tahun 2022.
Baca Juga : Indodax Diretas, Ada 6,7 Juta Pengguna Diminta Bersabar
Ada dua pertimbangan Majelis Tarjih Muhammadiyah sehingga menyatakan kripto haram.
Pertama, kripto sebagai alat investasi memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat Islam.
“Seperti adanya sifat spekulatif yang sangat kentara. Nilai Bitcoin ini sangat fluktuatif dengan kenaikan atau keturunan yang tidak wajar. Selain sifatnya yang spekulatif menggunakan Bitcoin juga mengandung gharar (ketidakjelasan),” ujar PP Muhammadiyah menyampaikan pertimbangan.
Baca Juga : Muhammadiyah Segera Umumkan Soal Kebijakan Izin Pengelolaan Tambang Untuk Ormas
Menurut Muhammadiyah, Bitcoin dan sejenisnya hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying-asset atau aset yang menjamin. Baik itu seperti emas dan barang berharga lain.
Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat, sebagaimana firman Allah dan hadis Nabi Saw, serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur etika bisnis menurut Muhammadiyah. Khususnya dua poin, yaitu: tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90).
Kedua, kripto sebagai alat tukar sebenarnya mata uang kripto ini hukum asalnya adalah boleh, sebagaimana kaidah fikih dalam bermuamalah. Penggunaan mata uang kripto sebenarnya mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama rida, tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku.
Baca Juga : Muhammadiyah Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal, Langkah Menuju Penyatuan Umat
Namun demikian, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah.
Bagi Majelis Tarjih Muhammadiyah, standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat.
Pertama, diterima masyarakat dan disahkan negara yang dalam hal ini diwakili oleh otoritas resminya seperti bank sentral. Kedua, penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar sendiri bukan hanya belum disahkan negara kita, juga tidak memiliki otoritas resmi yang bertanggung jawab atasnya.