Rabu, 19 Oktober 2022 14:02

Peta Jalan Kakao Lestari, Upaya Pemkab Luwu Utara Sejahterakan Petani

Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani menjadi pembicara utama dalam agenda Seminar Nasional Kakao Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh World Agroforestry (ICRAF) Program Indonesia, di Hotel Four Point by Sheraton, Makassar, pada Rabu (19/10/2022).
Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani menjadi pembicara utama dalam agenda Seminar Nasional Kakao Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh World Agroforestry (ICRAF) Program Indonesia, di Hotel Four Point by Sheraton, Makassar, pada Rabu (19/10/2022).

ABATANEWS, MAKASSAR — Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani menjadi pembicara utama dalam agenda Seminar Nasional Kakao Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh World Agroforestry (ICRAF) Program Indonesia, di Hotel Four Point by Sheraton, Makassar, pada Rabu (19/10/2022).

Dalam pemaparannya selama kurang lebih 45 menit, Indah menyajikan ‘Peta Jalan Kakao Lestari Luwu Utara 2020-2045’. Bupati perempuan pertama di Sulawesi Selatan itu membahas terkait bagaimana Pemerintah Daerah Luwu Utara mengambil langkah agar kakao bisa kembali berjaya di masa yang akan datang.

Dengan 38 ribu hektare lahan pertanian kakao (data BPS 2021), Luwu Utara ialah daerah terbesar di Sulsel yang memproduksi kakao. Bahkan, kata Indah, mungkin Indonesia. Saat ini, lanjut Indah, satu hektare lahan bisa memproduksi 0,66-0,9 ton kakao dalam waktu kurun waktu tiga tahun terakhir.

Baca Juga : Cerita Abang Fauzi yang Ditugaskan Bahlil Jadi Calon Bupati Lutra dan Dilemanya Indah

Angka ini lebih tinggi dari produksi kakao di Sulsel yang cuma 0,59 ton per hektare. Hanya saja, angka produksi tersebut dianggap masih rendah, bila dibandingkan dengan target produksi yang dipatok sekitar 1,5-3 ton per hektare.

Menariknya, lahan kakao yang ada di Lutra merupakan lahan rakyat. Maksudnya, lanjut Indah, lahan tersebut merupakan milih masyarakat secara personal, bukan milik perusahaan ataupun korporasi.

Melalui peta jalan yang dibuat, Indah menegaskan, ini merupakan bentuk komitmen Pemkab Lutra untuk menyejahterakan petani kakao.

Baca Juga : Dandang Jadi Pionir Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak di Luwu Utara

Makanya, dalam peta jalan tersebut pula, dibuat alur kerja peta jalan yang bermuatan tentang strategi, pendekatan, hingga sumber pendanaan. Indah juga menegaskan, bila peta jalan ini menggunakan metode kolaborasi pentahelix.

Dalam sesi jumpa pers usai seminar, Indah mengaku, peta jalan ini dibuat berdasarkan hasil kerja sama dengan ICRAF sejak tahun 2020 lalu dan akan berakhir pada tahun 2025 mendatang. Peta jalan ini bagian dari program Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (STIFAL) di Indonesia.

Kendati demikian, ia meyakini, peta jalan ini akan tetap digunakan oleh Pemkab Luwu Utara hingga tahun 2045, lantaran telah diintegrasikan dengan RPJMD Luwu Utara dan Perda RT RW.

Baca Juga : Petugas Objek Wisata di Luwu Utara Diminta Miliki Sense of Belonging

Diketahui, ICRAF adalah salah satu dari 15 pusat riset internasional yang bergerak di bidang pertanian dan ketahanan pangan.

“Dalam kerja sama dua tahun pertama, alhamdulillah telah dibuatkan Peta Jalan Kakao Lestari di Luwu Utara,” kata Indah.

Menurutnya, peta jalan ini penting untuk dirumuskan agar menjadi panduan dalam mencapai target di tahun 2045 mendatang. Dalam peta jalan tersebut, dijelaskan ada 5 strategi dan 27 intervensi yang dimuat.

Baca Juga : Anak-anak yang Memiliki KIA Dapat Diskon 15% Jika Belanja di Challodo Masamba

“Kemudian dalam peta jalan ini membagi habis siapa melakukan apa. Dengan menggunakan pendekatan kolaboratif pentahelix, di situ tidak hanya mengandalkan pemerintah, baik itu pusat, provinsi, kabupaten, sampai ke desa,” paparnya.

Tetapi, lanjut Indah, peta jalan ini juga mengatur tentang peran dari swasta, perguruan tinggi, masyarakat, dan media massa.
Secara khusus, ia juga mengungkap tentang skema pembiayaan dari peta jalan ini. Nantinya, petani kakao tidak hanya berpangku pada anggaran pemerintah daerah saja yang tentunya bersumber pada APBD.

“Tapi terbuka skema pembiayaan alternatif. Misalnya ada obligasi. Di sini, masyarakat bisa berpartisipasi dalam pembiayaan, karena melihat potensi dan peluang yang besar. Mungkin umumnya orang menyebutnya sebagai CSR,” papar politikus Golkar itu.

Baca Juga : Indah Resmi Lantik Pimpinan Baznas Luwu Utara

Terpenting, skema pembiayaan alternatif ini bisa membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk mengaksesnya. Sebab, sejauh ini, kata Indah, banyak skema pembiayaan alternatif yang tidak bisa diakses oleh pemda.

“Di dalam Peta Jalan Kakao Lestari ini kita harapkan itu akan terbuka. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan pembiayaan dalam rangka mewujudkan peta jalan ini, tidak lagi menjadi kendala,” ucapnya.

“Terus terang, kalau hanya mengandalkan APBD pasti tidak lebih cepat. Sementara kita sudah punya timeline, sembari kita terus melakukan monitoring dan evaluasi,” ungkapnya.
Sementara itu, Senior Expert Landscape Governance and Investment Principal Investigator ICRAF, Beria Leimona menjelaskan, peta jalan ini dibuat atas 3 prinsip: inklusif, informatif, dan integrasi.

Baca Juga : Desa Lapapa Terpilih Sebagai Desa Cantik Tahun 2024 di Luwu Utara

Beria menjelaskan, bersifat inklusif yakni melibatkan seluruh pihak. Mulai dari pemerintah hingga masyarakat. “Sehingga ide-ide dalam dalam penyusunan peta ini jalan semua bersumber dari bawah,” katanya.

Informatif yang dimaksud Beria ialah informasi yang dijadikan rujukan dalam menyusun peta jalan ini berbasis data. Terlebih lagi, ICRAF memang merupakan lembaga yang bergerak di bidang riset.

“Artinya, setiap data yang kami galang atau input di dalam peta jalan ini berdasar drive thru atau pengecekan langsung di lapangan,” jelasnya.

Baca Juga : Kerjasama BPJS Ketenagakerjaan, Bupati Indah Serahkan Santunan Kematian Senilai Ratusan Juta

Sedangkan, prinsip intergrasi yang dimaksudkan yakni bagaimana peta jalan ini memperhatikan rencana pembangunan pemerintah daerah dan nasional, serta kebijakan di level global.

“Sebenarnya kita juga ingin menghubungkan bagaimana kabupaten bisa berkontribusi terhadap wacana global. Misalnya perubahan iklim dan juga kebutuhan-kebutuhan konsumen yang lebih memilih produk-produk hijau yang berkelanjutan,” pungkasnya.

Penulis : Sutrisno
Komentar