ABATANEWS, JAKARTA — Setelah pembatalan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada, muncul spekulasi bahwa pemerintah mungkin akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Namun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa kabar tersebut hanyalah rumor yang berlebihan dan tidak memiliki dasar kuat. Ia menyatakan bahwa hingga saat ini, belum ada instruksi dari Presiden Joko Widodo terkait penerbitan Perppu tersebut.
Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Jumat (23/8/2024), Supratman menjelaskan bahwa dirinya baru mendengar kabar mengenai kemungkinan penerbitan Perppu ini dari para wartawan.
Baca Juga : Media Asing Ramai Nyinyirin Kaesang yang Gagal Maju Pilkada, Ungkit Jet Pribadi
“Ini kan terlalu didramatisir saja. Sampai hari ini saya belum mendengar terkait hal tersebut, ini baru kali ini saya dengar, dan sampai hari ini tidak ada upaya menuju ke arah sana,” ujarnya.
Supratman juga menegaskan bahwa hingga saat ini, Presiden Jokowi belum mengeluarkan perintah apa pun kepada Kemenkumham terkait situasi ini. Jika ada langkah resmi yang akan diambil, tambahnya, hal tersebut akan diumumkan melalui juru bicara presiden.
Terkait isu bahwa DPR mungkin akan mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada pada sisa waktu periode ini, Supratman memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh.
Baca Juga : Mobil Angkutan Umum Terbakar Saat Demo Ricuh di Makassar
Ia berpegang pada pernyataan resmi pimpinan DPR yang disampaikan sehari sebelumnya, yang menyarankan agar tidak berspekulasi lebih jauh.
“Jangan berandai-andailah, kan sudah pernyataannya sudah jelas sekali semalam dari pimpinan DPR,” katanya.
Mengenai rencana legislasi untuk periode berikutnya, Supratman, yang juga merupakan politikus dari Partai Gerindra, menyebut bahwa hal itu akan diputuskan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang akan datang.
Baca Juga : Demo Mahasiswa di Makassar Berakhir Ricuh, Polisi Pukul Mundur Massa
Pembatalan pengesahan RUU Pilkada ini sendiri merupakan hasil dari gelombang protes yang meluas di berbagai daerah, setelah sebelumnya DPR dan pemerintah sepakat untuk mengesahkan revisi UU tersebut yang mengubah beberapa putusan Mahkamah Konstitusi, termasuk mengenai batas usia dan ambang batas pencalonan kepala daerah.
Keputusan untuk membatalkan pengesahan ini menunjukkan respons cepat DPR terhadap desakan masyarakat, meskipun membuka spekulasi tentang langkah hukum berikutnya yang mungkin diambil pemerintah.