ABATANEWS, JAKARTA – China meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk membayar biaya pembengkakan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Berdasarkan hasil audit BPKP, pembengkakan berada di angka US$ 1,176 miliar dari nilai sebelumnya sekitar US$ 5,5 miliar.
Juru Bicara Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Alia Karenina menyatakan memang benar pihak China telah meminta Indonesia mengambil bagian ke biaya bengkak proyek kereta cepat. Namun, bukan berarti pemerintah akan langsung menyetujui permintaan itu.
Baca Juga : 3,1 Juta Tiket KA Jarak Jauh Terjual Selama Masa Lebara
Alia bilang saat ini sebetulnya masih ada pembahasan di tingkat pemerintah untuk memastikan langkah pemerintah sesuai aturan yang berlaku.
“Permintaan ini tidak serta merta langsung disetujui pemerintah dan masih akan dilakukan pembahasan untuk memastikan jika memang pemerintah turut menanggung beban cost over run, maka itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Alia dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip dari Detik.com, pada Ahad (31/7/2022).
Menurut Alia, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung diperkirakan akan mengalami pembengkakan biaya hingga Rp 16,8 triliun. “Review Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan cost overrun sebesar US$ 1,176 miliar atau setara dengan Rp16,8 triliun,” katanya.
Baca Juga : Buntut KA Pandalungan Anjlok, Sejumlah Rute Perjalanan Sidoarjo Terhambat
Alia menambahkan kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dan merupakan proyek investasi antara konsorsium Indonesia dan China melalui PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), serta didanai oleh pinjaman dari China Development Bank (CDB).
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan mengimbau pemerintah untuk mengevaluasi keberlanjutan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Hal ini menyusul pihak China yang meminta Indonesia memikul pembengkakan biaya KCJB. Menurutnya hal ini penting, mengingat proyek KCJB yang hingga kini belum tuntas dan menyita dana pembangunan yang begitu besar.
Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini pun mengingatkan di tengah keterbatasan keuangan negara, pemerintah harus mampu mengalokasikan semua sumber daya seadil dan seefisien mungkin. Jangan sampai terjebak pada proyek mercusuar, sedangkan di sisi lain kebutuhan mendasar masyarakat tidak tercukupi.
Baca Juga : 2 Kereta Api Tabrakan di Dekat Stasiun Cicalengka
“Jika negara mesti menanggung pembengkakan biaya proyek KCJB ini, mesti ada yang keliru dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Kapasitas fiskal kita sudah sangat terbatas, utang juga semakin menggunung. Jika dibebani lagi dengan beban biaya proyek yang semestinya tidak perlu terjadi, tentu ini akan sangat memberatkan keuangan negara. Sudah saatnya perencanaan dan pelaksanaan proyek KCJB ini dievaluasi,” ujar Syarief dalam keterangannya, Sabtu (30/7/2022).
Ia menilai evaluasi kelayakan proyek adalah hal yang lumrah. Apalagi jika pelaksanaan proyek tersebut tidak sesuai, atau meleset jauh dari yang direncanakan. Faktor anggaran menjadi krusial bagi Indonesia yang memiliki daya dukung APBN terbatas, sehingga ia mengatakan sudah menjadi tugas pemerintah untuk memastikan proyek-proyek pembangunan berjalan dengan terencana, terarah, dan presisi.
“Inisiatif pembangunan infrastruktur adalah hal yang baik, namun juga harus ditopang dengan perencanaan dan pelaksanaan yang baik. Perencanaan ini harus berpijak pada skala prioritas dan efisiensi pembiayaan. Hal yang sama juga untuk pelaksanaannya mesti selaras dengan apa yang telah direncanakan. Jika perencanaan dan pelaksanaan bersilang arah dan tidak terencana dengan teliti dan baik, maka tinggal tunggu waktu saja pembangunan itu menjadi kontraproduktif. Inilah esensi dasar pembangunan yang mesti kita hayati bersama,” katanya.
Baca Juga : Viral Rombongan Main Kuis di Gerbong Kereta Api, Bikin Penumpang Lain Terganggu
Dia pun meminta pemerintah segera menjelaskan nasib keberlanjutan proyek KCJB. Terlebih menurutnya proyek ini cukup menyita perhatian banyak kalangan. Mulai dari isu pembebasan lahan, pembiayaan yang katanya tidak melalui APBN, kemudian berubah menjadi di-support oleh APBN, hingga pemerintah RI yang diminta menanggung pembengkakan biaya dalam pengerjaan proyek Kereta cepat.
“Saya kira yang terpenting adalah pemerintah harus mampu menjelaskan kepada rakyat tentang nasib dan keberlanjutan proyek KCJB ini. Jika menilik dari sisi daya ungkit infrastruktur untuk perekonomian, saya kira semua akan setuju,” tuturnya.
“Namun ini kembali lagi pada soal prioritas pembangunan dan kondisi negara saat ini dan meminggirkan aspek pembangunan lain, terutama soal kebutuhan pokok rakyat, narasi itu patut dipertanyakan,” tandasnya.