Oleh: Edy Ariansyah (Anggota KPU Provinsi Kalimantan Selatan Periode 2018 – 2023)
Mahkamah Konstitusi (MK) menekankan bahwa tafsiran original intens terhadap Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 tidak dimaknai tunggal, tetapi didasarkan juga pada prinsip kedaulatan rakyat.
Menyimak pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi bahwa money politics tetap berpotensi terjadi pada pada sistem pemilu apapun yang digunakan. Namun, penting bagi semua pihak memperkuat kesadaran pemilu yang berintegritas. Komitmen kesadaran integritas Pemilu harus diletakan kepada seluruh pemangku kepentingan Pemilu. Integritas proses dan hasil pemilu menjadi tanggung jawab semua pihak, dan umumnya kepada pemangku kepentingan utama Pemilu yaitu penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, dan Pemilih.
Baca Juga : Bawaslu Sebut Pilkada di Sulsel Rawan Konflik, Pemilu 2024 Jadi Patokan
Putusan MK atas uji materi Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 memperkuat putusannya sebelumnya, yaitu Putusan Nomor 22 – 24/PUU-VI/2008. Dengan adanya putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 atas pengujian pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017, mempertegas sistem Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota menggunakan sistem proporsional terbuka sebagai rule of the game.
Dengan kearifan dan pijakan keadilan konstitusional bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini mengokohkan kepastian hukum terkait sistem pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD pada Pemilu 2024, memberi dampak positif bagi iklim demokrasi di Indonesia, dan memenuhi ekspektasi mayoritas pemangku kepentingan pemilu, seperti partai politik peserta Pemilu, civil society, pemilih dan lainnya.
Pertama, setidaknya terkurangi dinamika internal partai politik terkait nominasi urutan daftar bakal calon Anggota DPR dan DPRD yang telah diajukan kepada penyelenggara Pemilu.
Baca Juga : DKPP RI Terima 565 Aduan Sepanjang Tahun 2024, 21 Dari Sulsel
Kedua, terjaganya kontinuitas strategi elektabilitas partai politik peserta Pemilu yang telah direncanakan jauh sebelum pengajuan daftar calon DPR dan DPRD.
Ketiga, terjaganya dan/atau meningkatkan animo kerja pemenangan setiap bakal calon anggota DPR dan DPRD yang telah diajukan partai politiknya masing-masing kepada penyelenggara Pemilu untuk mencapai target elektabilitas.
Keempat, konsistensi regulasi teknis terkait pencalonan DPR dan DPRD yang telah diundangkan oleh KPU, sehingga tidak diperlukan menata ulang mekanisme dan prosedur teknis proses pencalonan legislatif yang sedang berlangsung.
Baca Juga : PKS Temui Prabowo, Sinyal Masuk Kabinet Prabowo-Gibran?
Kelima, memperkuat kepatuhan penyelenggaraan Pemilu demokratis yang berkepastian hukum, yang menegaskan seluruh proses pemilu dapat diprediksi dan hasil pemilu tidak dapat diprediksi (predictable process and unpredictable result).
Keenam, memperkokoh kematangan pemahaman pemilih terkait informasi sistem pemilu yang telah disosialisasikan dan diedukasikan oleh penyelenggara pemilu, serta tercegahnya potensi dampak yang menegasikan ketaatan terhadap prinsip kepastian hukum dalam penyelenggaraan Pemilu.