Rabu, 05 November 2025 21:13

KPK Sebut Gubernur Riau Minta ‘Jatah Preman’ ke Kepala UPT Rp7 Miliar

KPK Sebut Gubernur Riau Minta ‘Jatah Preman’ ke Kepala UPT Rp7 Miliar

ABATANEWS, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan dugaan adanya praktik sistematis pemungutan fee di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau. Modus ini disebut berlangsung atas perintah Gubernur Riau Abdul Wahid melalui bawahannya.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, Abdul Wahid diduga memerintahkan Kepala Dinas PUPR-PKPP, Muhammad Arief Setiawan, untuk meminta fee sebesar 5 persen atau setara Rp7 miliar dari para Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di wilayah tersebut. Fee itu disebut sebagai imbalan atas tambahan anggaran tahun 2025 yang dialokasikan untuk enam UPT Jalan dan Jembatan.

“Saudara MAS (M Arief Setiawan) yang merepresentasikan AW (Abdul Wahid), meminta fee sebesar 5 persen (Rp 7 miliar). Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya,” ujar Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Baca Juga : KPK Sampaikan Duka Mendalam Atas Wafatnya Antasari Azhar

Menurut Johanis, praktik tersebut bahkan memiliki istilah tersendiri di lingkungan Dinas PUPR-PKPP Riau. “Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” tambahnya.

KPK mengungkap, komunikasi antarpejabat dalam menentukan besaran fee itu dikodekan dengan istilah “7 batang”, sebagaimana dilaporkan Sekretaris Dinas PUPR PKPP Ferry Yunanda kepada Arief Setiawan.

Dari hasil penyelidikan, lembaga antirasuah menemukan sedikitnya tiga kali setoran dana kepada Gubernur Abdul Wahid yang berlangsung sejak Juni 2025.

Baca Juga : KPK OTT Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko

Pada setoran pertama, Ferry Yunanda disebut mengumpulkan Rp1,6 miliar dari para Kepala UPT dan menyalurkan Rp1 miliar di antaranya kepada Abdul Wahid melalui perantara Tenaga Ahli, Dani M Nursalam. Kemudian pada Agustus 2025, KPK mendapati pengumpulan dana lanjutan sebesar Rp1,2 miliar.

Berdasarkan arahan Arief Setiawan, uang tersebut didistribusikan kepada driver sebesar Rp300 juta, kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan sisanya Rp300 juta disimpan oleh Ferry.

Temuan ini menambah daftar panjang praktik “jatah proyek” yang dibungkus dengan berbagai istilah di instansi daerah. KPK menegaskan, pola seperti ini menunjukkan adanya sistem yang terstruktur dalam pengumpulan dana ilegal di birokrasi daerah.

Penulis : Azwar
Komentar