Minggu, 09 Maret 2025 19:26

Konflik di Suriah Kembali Pecah, Lebih 1000 Warga Tewas Akibat Perang Saudara

Situasi memperlihatkan warga yang menari di sekitar tank-tank militer yang ditinggalkan. Musik kemenangan menggema di jalan-jalan Damaskus, menandai awal babak baru dalam sejarah Suriah. (Foto: AFP)
Situasi memperlihatkan warga yang menari di sekitar tank-tank militer yang ditinggalkan. Musik kemenangan menggema di jalan-jalan Damaskus, menandai awal babak baru dalam sejarah Suriah. (Foto: AFP)

ABATANEWS, JAKARTA — Kekerasan terbaru di pesisir Suriah telah menewaskan lebih dari 1.000 orang, menjadikannya bentrokan paling mematikan sejak rezim Bashar al-Assad digulingkan pada Desember lalu. Insiden ini menandai tantangan besar bagi pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Ahmed al-Sharaa dalam upayanya mengembalikan stabilitas nasional.

Dilansir AFP, Minggu (9/3/2025), pertempuran pecah pada hari Kamis di wilayah pesisir Mediterania—jantung komunitas Alawite yang selama ini menjadi basis dukungan Assad. Bentrokan melibatkan pasukan keamanan baru dan loyalis rezim lama, yang dituduh melakukan serangkaian serangan brutal terhadap warga sipil.

“Kita harus menjaga persatuan nasional (dan) perdamaian sipil sebisa mungkin dan, Insyaallah, kita akan dapat hidup bersama di negara ini,” ujar Presiden Sharaa dalam sebuah pernyataan dari Damaskus.

Lembaga pemantau Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa 745 warga sipil tewas di provinsi Latakia dan Tartus, banyak di antaranya akibat eksekusi oleh pasukan pro-Assad yang juga melakukan penjarahan. Selain itu, 125 anggota pasukan keamanan baru dan 148 loyalis Assad turut menjadi korban, sehingga total kematian mencapai 1.018 orang.

Pemerintah Suriah melalui kantor berita SANA mengonfirmasi pengerahan pasukan keamanan ke Latakia, Jableh, dan Baniyas untuk meredam kekacauan. Namun, laporan warga mengindikasikan bahwa kelompok bersenjata masih berkeliaran, menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat.

Samir Haidar (67), seorang warga Baniyas, menyatakan bahwa dua saudara laki-laki dan keponakannya dibunuh oleh “kelompok bersenjata” yang memasuki rumah-rumah penduduk. “Ada orang asing di antara mereka,” ujarnya. Meski berasal dari komunitas Alawi, Haidar merupakan oposisi sayap kiri terhadap Assad dan pernah dipenjara selama satu dekade di bawah rezimnya.

Menteri Pendidikan Nazir al-Qadri mengumumkan penutupan sekolah di Latakia dan Tartus hingga awal pekan depan akibat situasi keamanan yang tidak stabil. Sementara itu, pemadaman listrik di Latakia semakin memperburuk keadaan, diduga akibat serangan terhadap jaringan listrik oleh loyalis Assad.

Konflik ini bermula dari penangkapan seorang tersangka di desa berpenduduk mayoritas Alawi, yang memicu ketegangan antara kelompok pro dan anti-Assad. Dengan situasi yang masih panas, pemerintah baru di bawah kepemimpinan Sharaa dihadapkan pada ujian berat untuk menjaga stabilitas dan mencegah eskalasi lebih lanjut.

Penulis : Azwar
Komentar
Berita Terbaru