ABATANEWS, JAKARTA — Penangkapan Paulus Tannos, buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), di Singapura menandai babak baru dalam pengungkapan salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia.
Tannos, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, telah menjadi tersangka sejak Agustus 2019, namun berhasil melarikan diri ke luar negeri.
Baca Juga : 100 Hari Prabowo Pimpin Indonesia, Kejagung Sita Uang Tunai Rp 7 T
Kasus ini melibatkan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun. PT Sandipala Arthaputra, perusahaan milik Tannos, diketahui mendapatkan porsi besar dalam proyek senilai Rp5,9 triliun ini, meski perusahaan tersebut bergabung terakhir dalam konsorsium.
Hal ini membuat Tannos menjadi figur kunci dalam pengungkapan skema korupsi tersebut.
Selain Tannos, sejumlah nama besar telah dijerat hukum. Miryam S. Haryani, mantan anggota DPR, divonis lima tahun penjara pada 2017 karena memberikan keterangan palsu.
Baca Juga : PDIP Sebut Penggeladahan Rumah Djan Faridz Oleh KPK Hanya Drama Belaka
Sementara itu, Isnu Edhy Wijaya dan Husni Fahmi, masing-masing dijatuhi hukuman empat tahun penjara pada 2022. Miryam juga kembali ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2024 dalam kasus serupa.
Langkah terbaru KPK, bekerja sama dengan Polri, Kementerian Hukum, dan Kejaksaan Agung, adalah mengekstradisi Tannos ke Indonesia.
Penangkapan ini juga menyoroti peran pentingnya dalam pengadaan e-KTP, sebuah proyek nasional yang seharusnya mendukung sistem administrasi kependudukan, namun justru menjadi ladang korupsi.
Baca Juga : KPK Sita Aset Eks Dirut PT Taspen Berupa 6 Unit Apartemen, Nilainya Rp 20 M
Tidak hanya itu, kasus e-KTP turut menyeret mantan Ketua DPR Setyo Novanto (Setnov), yang telah divonis 15 tahun penjara. Kasus ini menjadi pengingat bahwa korupsi berskala besar melibatkan banyak pihak di berbagai tingkatan.