ABATANEWS, JAKARTA — Di momentum Hari Pahlawan, Pengurus Pusat Kesatuan Pelajar Mahasiswa Pinrang (PP-KPMP) mendatangi Komisi VI DPR RI untuk mengadukan dugaan manipulasi dan penipuan kredit pensiunan yang melibatkan oknum pegawai BNI di Kabupaten Pinrang.
Kasus yang berawal sejak 2022 itu menimpa sedikitnya 20 pensiunan. Mulai dari pensiunan guru, tenaga kesehatan, hingga purnawirawan TNI dengan total kerugian mencapai Rp2,8 miliar.
Para korban mengaku nama mereka digunakan untuk mengajukan pinjaman besar di bank BUMN itu, namun uangnya tak pernah mereka terima.
“Salah satu korban telah mengajukan kredit sekitar Rp50 ke bank, akan tetapi oknum di bank menaikkan nilainya hingga Rp300 juta. Ini sangat tidak masuk akal,” ungkap Ketua PP-KPMP, Anmar di hadapan Anggota DPR RI.
“Ditengah momentum Hari Pahlawan ini, kami mengajak wakil rakyat untuk bersama memperjuangkan hak para pensiunan ini,” tambah Anmar dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VI DPR RI pada Senin, 10 November 2025.
Anmar juga menyampaikan pesan menyentuh di hadapan para anggota dewan. Mereka menyebut, di tengah seruan mosi tidak percaya terhadap DPR, masih ada rakyat kecil yang datang membawa harapan.
“Kami percaya wakil rakyat masih punya hati. Kami datang bukan untuk menghujat, tapi untuk mencari keadilan bagi orang tua kami, para pensiunan yang dulu mengabdi untuk negara,” ujar Anmar.
Dari data yang dibawa KPMP, terdapat sejumlah korban dengan nilai pinjaman yang mencurigakan. Ada pensiunan TNI, yang tercatat meminjam Rp258 juta tanpa pernah menerima dana tersebut.
Ada pula, pensiunan tenaga kesehatan, yang mengajukan Rp50 juta namun datanya dimanipulasi menjadi Rp225 juta.
Sementara pensiunan Lapas, menjadi korban double kredit setelah kredit di bank senilai Rp327 juta tidak digunakan untuk melunasi pinjaman sebelumnya di bank lain, sebagaimana dijanjikan oleh oknum pegawai BNI.
“Awalnya mereka percaya karena yang menawari mengaku sebagai pegawai bank milik negara itu. Korban juga mengaku belum menerima sepeser pun, tapi ternyata nama korban dipakai mencairkan ratusan juta,” kata Anmar.
Beberapa korban mengaku tidak pernah menerima buku rekening, akad kredit, atau dokumen pinjaman resmi, melainkan hanya berkomunikasi lewat aplikasi pesan singkat (WhatsApp) dengan oknum pegawai bank tersebut.
Senada dengan Bidang Advokasi PP-KPMP Reski menjelaskan hingga kini, pihak bank belum menyampaikan secara menyeluruh kerugian dan status kredit korban.
Dari 20 korban yang terdata, empat di antaranya masih bermasalah karena kasus double kredit, sementara sisanya belum mendapat kejelasan pencairan maupun penyelesaian.
“Ini bukan sekadar kelalaian prosedural, ini pengkhianatan terhadap hukum dan nilai kemanusiaan. Bank BUMN harus bertanggung jawab penuh dan membayar hak korban terlebih dahulu,” tegas Reski.
Salah satu korban bahkan dilaporkan sempat mengalami serangan jantung karena stres menghadapi kasus ini. Setelah mendapat pendampingan dari mahasiswa, semangat hidupnya perlahan kembali karena masih ada harapan penyelesaian.
Kasus dugaan manipulasi kredit ini dinilai melanggar sejumlah aturan, di antaranya UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 1243 KUHP tentang Wanprestasi.
“Pelayanan publik tidak boleh membuat rakyat menanggung risiko dari kelalaian lembaga negara. Bayarkan korban dulu, urusan mengejar oknum itu tanggung jawab instansi,” tegas Reski.
Reski berharap DPR RI tersebut segera memanggil Bank BNI dan memastikan penyelesaian yang adil bagi para pensiunan korban kredit fiktif itu.
“Pahlawan sejati tidak butuh tanda jasa. Mereka hanya ingin diperlakukan dengan adil oleh negeri yang pernah mereka bela,” ucap Reski.