ABATANEWS, JAKARTA — Indonesia, negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, ternyata masih menghadapi paradoks terkait kebutuhan garam farmasi.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengungkapkan kenyataan yang mengejutkan bahwa hingga saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan garam farmasi yang digunakan sebagai bahan baku cairan infus di rumah sakit.
Taruna menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan sekitar 4,5 hingga 4,7 juta ton garam farmasi per tahun. Namun, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 1,5 juta ton saja. Ini berarti hampir 70% kebutuhan harus dipenuhi dari impor.
“Setiap tahun kita butuh sekitar 4,5-4,7 juta ton garam farmasi, namun produksi dalam negeri baru mencapai 1,5 juta ton,” ujar Taruna saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
Yang lebih ironis, meski Indonesia kaya akan sumber daya garam berkat kondisi geografisnya yang memiliki banyak pesisir pantai, produksi garam farmasi dalam negeri masih jauh dari memadai.
“Padahal kita punya banyak garam, tapi tak bisa diproduksi sesuai dengan standar yang dibutuhkan,” kata Taruna.
Fakta ini memunculkan pertanyaan besar mengenai potensi besar yang belum termanfaatkan secara optimal. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menaruh perhatian serius terhadap isu ini.
Diskusi lintas sektoral direncanakan untuk membahas cara meningkatkan produksi garam farmasi dalam negeri, sehingga Indonesia tidak lagi terlalu bergantung pada impor.
Kondisi ini mencerminkan perlunya penguatan industri garam nasional, khususnya dalam hal meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi, agar bisa memenuhi standar farmasi.
Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk memberdayakan potensi lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor, mengingat kebutuhan garam farmasi yang sangat vital bagi sektor kesehatan.