Sabtu, 15 Januari 2022 09:10

Fahri Hamzah Usul Fraksi di DPR Dihapus

Fahri Hamzah
Fahri Hamzah

ABATANEWS, JAKARTA – Mantan Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 Fahri Hamzah mengusulkan fraksi di DPR RI untuk dihapus. Alasannya, fraksi-fraksi di parlemen selama ini membuat kamar legislatif tidak berdaya.

Menurutnya, selama ini fraksi hanya menjadi alat kepentingan politik ketua umum partai atau elite-elite politik lainnya. Keberadaan fraksi justru tidak berpikir untuk rakyat atau konstituen

“Jadi berbicara reformasi politik, menghapus fraksi di DPR di antara yang paling penting kita lakukan, karena berbagai atau banyak alasan. Alasan pertama tadi kita melihat agak mencemaskan bagaimana sebuah kekuatan di kamar kekuasaan legislatif itu tidak nampak fungsinya, ” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya (14/1/2022).

Baca Juga : Isu Muhammad Fauzi Maju Pilkada, Golkar Lutra: Belum Diputuskan

Fahri menceritakan saat dirinya diminta melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak masyarakat oleh partai sebelumnya. Ia yang memilih tidak menjalankan instruksi partai, akhirnya dipecat.

“Waktu itu saya melawan kendali partai, karena berpotensi mendistorsi kehendak rakyat menjadi kehendak parpol. Ini yang mesti kita lawan ke depan,” kata Fahri.

Seperti diketahui, sebelum menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri merupakan politikus PKS. Ia juga saat itu menjadi Wakil Ketua DPR RI dari perwakilan PKS.

Baca Juga : Wakil Ketua DPR RI Pastikan RUU Pilkada Batal Disahkan, Keputusan MK Jadi Rujukan Pendaftaran

Lebih lanjut dijelaskan Fahri, dalam sistem demokrasi, anggota DPR harus menjadi wakil rakyat, bukan menjadi wakil partai politik. Mantan aktivis 1998 itu menilai kekeliruan tersebut lantaran kesalahan paradigmatik yang memandang peran partai politik dalam fraksi.

“Ketika kita sudah memilih sistem demokrasi, mau tidak mau maka kita harus memurnikan demokrasi itu, tidak saja sebagai nilai-nilai luhur, tetapi juga dalam sistem pemilu dan sistem perwakilan kita,” katanya.

Menurut dia, keberadaan fraksi ini pada akhirnya memunculkan sekelompok orang di balik layar yang terlihat menyetir parlemen. Akibatnya, hubungan antara eksekutif dengan legislatif menjadi tidak sehat dan bisa menginvasi yudikatif.

Baca Juga : Pemerintah Siap Ikuti Putusan MK, DPR Pastikan Tak Ada Pengesahan RUU Pilkada

“Fraksi ini sebenarnya ada dalam tradisi totaliter seperti dalam tradisi negara komunis. Di tradisi demokrasi, perannya negara totaliter itu, ya partai politik adalah negara itu sendiri. Makanya hampir tidak ada jarak dengan partai politik dengan jabatan publik,” ujar Fahri.

“Artinya sehari-hari mereka lebih nampak sebagai wakil partai politik. Karena itu lah reformasi politik perlu dilakukan,” imbuhnya. (*)

Komentar