ABATANEWS, JAKARTA — Meninggal di usia 100 tahun, Jimmy Carter, Presiden ke-39 Amerika Serikat dan penerima Nobel Perdamaian, meninggalkan jejak mendalam sebagai pemimpin yang berkomitmen pada hak asasi manusia dan keadilan sosial.
Carter menghembuskan napas terakhir di Plains, Georgia, kota kecil tempat ia dilahirkan dan memulai perjalanannya dari seorang pengelola perkebunan kacang hingga menjadi tokoh dunia.
Dilaporkan oleh AFP, Senin (30/12/2024), Carter wafat pada Minggu sore setelah menjalani perawatan di rumah sejak Februari 2023. Putranya, Chip Carter, mengenangnya sebagai sosok yang luar biasa.
“Ayah saya adalah pahlawan, tidak hanya bagi saya, tetapi juga bagi semua orang yang percaya pada perdamaian, hak asasi manusia, dan cinta tanpa pamrih,” katanya.
Plains, kota di Georgia yang dijuluki “Peach State” karena produksi persiknya yang melimpah, menjadi saksi perjalanan Carter sebelum menjadi gubernur negara bagian tersebut.
Dalam karir politiknya, Carter menorehkan sejarah, termasuk menjadi perantara Perjanjian Camp David antara Israel dan Mesir pada 1978, meski kepemimpinannya juga diwarnai tantangan besar, seperti krisis penyanderaan warga AS di Iran pada 1980.
Carter juga dikenal sebagai veteran Angkatan Laut dan seorang penganut Kristen yang taat.
Meskipun hanya menjabat satu periode setelah kalah dari Ronald Reagan pada pemilu 1980, masa pasca-kepresidenannya menjadi salah satu yang paling produktif dalam sejarah AS.
Pada 2015, Carter mengungkapkan perjuangannya melawan kanker otak, tetapi ia terus menunjukkan ketangguhan dan dedikasi terhadap berbagai misi kemanusiaan.
Warisannya sebagai pemimpin damai dan dedikasinya pada nilai-nilai universal akan terus dikenang, terutama di tanah kelahirannya yang menjadi awal dari segalanya.