ABATANEWS, JAKARTA – Penangkapan Hendry Lie, Bos Sriwijaya Air sekaligus tersangka kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022, menjadi sorotan. Kejaksaan Agung berhasil membawa pulang Hendry Lie setelah hampir delapan bulan berada di Singapura, tepatnya pada Senin (18/11/2024) malam.
Penangkapan ini menjadi salah satu langkah penting dalam membongkar dugaan kerugian negara sebesar Rp300,003 triliun, yang mencakup kerusakan ekologis masif.
Kepulangan Hendry Lie ke Indonesia bermula dari langkah tegas Kejaksaan yang mencabut paspor tersangka.
“Karena paspornya habis masa berlaku, kami bekerja sama dengan Kedutaan Besar Singapura melalui Imigrasi untuk memastikan tidak ada perpanjangan,” ungkap Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, dalam konferensi pers pada Selasa (19/11/2024) dini hari.
Tindakan ini merupakan bagian dari upaya intensif Kejaksaan untuk memproses hukum Hendry, yang sebelumnya sempat mangkir dari pemanggilan resmi.
Setelah kembali ke tanah air, Hendry langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kasus Korupsi Tata Niaga Timah
Kasus ini bukan hanya soal uang negara yang hilang. Berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian finansial meliputi kelebihan bayar sewa smelter senilai Rp2,85 triliun dan pembayaran biji timah ilegal sebesar Rp26,649 triliun.
Namun, dampak yang paling mencolok adalah kerusakan ekologis yang diperkirakan mencapai Rp271,6 triliun.
Dengan total 23 tersangka, termasuk nama-nama besar seperti Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, mantan Direktur Utama PT Timah, dan Harvey Moeis dari PT Refined Bangka Tin, Kejaksaan Agung menghadapi tantangan besar dalam menangani kasus ini.
Penangkapan Hendry menjadi simbol keberhasilan diplomasi dan strategi hukum yang diterapkan oleh Kejaksaan. Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada April 2024, Hendry diketahui menetap di Singapura dengan alasan pengobatan.
Kejaksaan kemudian mengajukan pencekalan dan penarikan paspor untuk memaksa tersangka kembali ke Indonesia.
“Ini adalah bentuk komitmen kami untuk menangani kasus ini hingga tuntas, termasuk dampak ekologisnya,” kata Qohar.
Dengan pengusutan korupsi tata niaga timah yang kompleks ini, publik menanti langkah Kejaksaan dalam menindaklanjuti proses hukum dan memulihkan kerugian negara yang begitu besar.