ABATANEWS – Di setiap hari raya lebaran Idulfitri, masyarakat Indonesia memiliki tradisi mudik, pulang ke kampung halaman. Tahun ini diperkirakan jumlah pemudik mencapai 85 juta orang.
Jumlah tersebut naik 40 persen dibanding dengan jumlah pemudik pada tahun 2019. Melonjaknya jumlah pemudik ini disebabkan tahun ini masyarakat diperbolehkan pemerintah untuk melaksanakan mudik setelah dua tahun kegiatan mudik dilarang akibat pandemi Covid-19.
Kegiatan mudik dianggap sebagai sebagai momen dimana setiap orang membelanjakan uangnya. Tidak lain untuk membeli pakaian baru, kue lebaran, biaya transportasi hingga tradisi bagi-bagi uang lebaran pada anak-anak hingga sanak saudara.
Baca Juga : Chaidir Syam Ancam ASN Maros yang Bolos Hari Pertama Kerja Pasca Lebaran: Tunda Gajinya
Tradisi mudik tentu menguras uang di kantong maupun tabungan agar bisa memeriahkan lebaran bersama sanak keluarga di kampung halaman. Akan tetapi biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.
Menurut pakar perencana keuangan FEB UGM, Eddy Junarsin, Ph.D, musim mudik lebaran umumnya jumlah pengeluaran seseorang lebih besar ketimbang dengan pendapatannya selama satu bulan. Namun begitu, pengeluaran tersebut bisa ditutupi dari hasil pemasukannya dari 11 bulan lainnya.
“Ada bulan-bulan tertentu misalnya hari Idulfitri dan musim anak masuk sekolah, pengeluaran di atas penghasilan sehingga terjadi defisit. Namun, dihitung secara total tahunan bisa ditutupi. Karenanya perlu ada dana yang ditabung sebelumnya,” kata Eddy dilansir laman UGM, Senin (2/5/2022).
Baca Juga : Arus Balik, 110 Ribu Penumpang Tinggalkan Sumatera Menuju Jawa Lewat Jalur Laut
Menurut Eddy, dalam mengelola perencanaan keuangan yang baik perlu ada proteksi keuangan (financial protection), proteksi kekayaan (wealth protection) dan distribusi kekayaan (wealth distribution). Meski tiga pilar ini berlaku bagi setiap orang.
Namun dalam praktiknya tidak mudah sesuai dengan kondisi ekonomi keuangan masing-masing. Untuk proteksi keuangan, merupakan kondisi keuangan dimana kita memiliki cukup uang untuk memenuhi pengeluaran bulanan.
Oleh karena itu, minimal 10 persen dari total pendapatan setiap bulannya sebaiknya ditabung. Uang yang ditabung selain bisa dijadikan dana simpanan, namun juga bisa diperuntukan untuk kegiatan investasi.
Baca Juga : Tips Aman Berkendara Motor Matic saat Arus Balik Lebaran dan Kendala yang Kerap Dialami
Bahkan dana tabungan itu dijadikan untuk menutupi pengeluaran selama mudik. “Kedisiplinan sangat penting untuk menabung,” ungkapnya.
Sementara untuk hutang, Eddy menyebutkan rasio hutang yang sehat itu persentasenya maksimal 35 persen dari total pendapatan. “Maksimal cicilan hutang kita hanya 35 persen dari take home pay. Sisanya untuk pengeluaran rutin,” katanya.
Pengeluaran yang membengkak saat mudik lebaran, menurut Eddy, jangan sampai menambah persentase hutang baru. Penting menurutnya menjaga rasio hutang tetap di angka 35 persen.
Baca Juga : Studi Ilmiah Ungkap Semangka dan Apel Bisa Bantu Diet Setelah Nikmati Momen Lebaran
“Momen hari raya memang bukan bulan bagi kita untuk berhemat. Justru pengeluaran kita bertambah, tapi saya kira bisa ditutupi dari akumulasi dari pendapatan kita selama setahun,” katanya.
Namun begitu, kegiatan mudik lebaran bisa memberikan dampak ekonomi bagi daerah yang menjadi tujuan para pemudik. Sebab, jumlah perputaran uang diprediksi akan meningkat sehingga mampu memberikan dampak positif ekonomi bagi masyarakat sekitar.
“Pasti pendapatan akan meningkat terutama para pedagang. Inflasi juga akan naik. Ada efek positifnya,” katanya.