ABATANEWS, JAKARTA — Kebijakan pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 menuai desakan peninjauan ulang dari dunia usaha.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut tidak lagi relevan dengan kondisi perekonomian saat ini.
Arsjad menjelaskan, PPN 12 persen diatur melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang diterbitkan pada tahun 2021, saat situasi ekonomi nasional dan global sangat berbeda.
Baca Juga : Pemerintah Prioritaskan Stabilitas Ekonomi, Rencana PPN 12 Persen Bisa Diundur
“PPN 12 persen itu diputuskan pada waktu kondisi ekonomi yang berbeda. Sekarang, dengan keadaan ekonomi global yang penuh dinamika, seperti geopolitik dan penurunan daya beli di luar negeri termasuk Amerika Serikat, kami meminta kebijakan ini ditunda,” ujarnya saat konferensi pers Rapimnas Kadin Indonesia 2024, Jumat (29/11/2024).
Menurut Arsjad, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan berdampak signifikan, baik terhadap dunia usaha maupun masyarakat luas.
Ia menegaskan bahwa penerapan pajak ini akan langsung membebani konsumen serta pelaku usaha, khususnya sektor yang tengah berjuang memulihkan diri dari dampak pandemi dan ketidakpastian global.
Baca Juga : Sri Mulyani Tegaskan Komitmen Indonesia dalam Perang Melawan Penghindaran Pajak Global
“Kami menyarankan pemerintah untuk menunda kebijakan ini. PPN itu langsung memengaruhi konsumen, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan situasi yang ada, kebijakan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi saat ini,” tambah Arsjad.
Seruan serupa disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), Andi Rukman Nurdin. Namun, Gapensi mengusulkan langkah yang lebih drastis, yakni pembatalan kebijakan kenaikan PPN.
“Kami menolak. Kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN harus mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini. Kami memahami tujuan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi pelaksanaannya harus realistis,” kata Andi.
Baca Juga : Jokowi: Masalah Kadin Harus Diselesaikan di Internal, Bukan di Istana
Andi juga menyoroti dampak kenaikan PPN terhadap sektor konstruksi. Menurutnya, tarif PPN yang lebih tinggi akan menaikkan biaya material dan jasa konstruksi, yang pada akhirnya meningkatkan total biaya proyek.
“Ini sangat memengaruhi daya beli masyarakat dan keberlangsungan usaha kecil dan menengah (UMKM), yang biasanya beroperasi dengan margin tipis,” ujarnya.
Dengan target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, Arsjad dan Andi sepakat bahwa kebijakan kenaikan PPN harus dievaluasi ulang agar tidak menjadi penghambat pemulihan ekonomi nasional.