Tanggapi Pimpinan Aolia yang Ngaku Telpon Allah, Ketua PBNU: Gunakan Ilmu dan Akal Sehat dalam Beragama
ABATANEWS.COM – Masyarakat digegerkan dengan perkataan pimpinan jamaah Masjid Aolia di Padukuhan Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta, Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau dikenal dengan Mbah Benu.
Pasalnya, dia mengklaim sudah langsung menelepon Allah swt perihal penetapan 1 Syawal 1445 atau Idul Fitri 2024. Alhasil, Mbah Benu dan jamaahnya telah melaksanakan shalat Idulfitri pada Jumat (5/4/2024).
“Tidak ada perhitungan (penentuan 1 Syawal), saya telepon langsung kepada Allah Ta’ala. Ya Allah, kemarin tanggal empat (April 2024), malam empat, Ya Allah ini sudah tanggal 29, 1 Syawalnya kapan? Allah Ta’ala ngendiko (berkata), tanggal limo jumuah, kuwe koyo ngono (itu kayak begitu), mangkane disalahke wong, ora opo-opo, urusane ingsun karo Gusti Allah (makanya disalahkan orang, nggak apa-apa, urusan saya dengan Gusti Allah),” kata Mbah Benu, Jumat kemarin.
Menanggapi hal itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur berharap semua umat Islam khususnya tokoh agama harus beribadah sesuai ajaran agama Islam yang benar, menggunakan ilmu, dan akal sehat.
“Tidak boleh mempermainkan ajaran agama Islam termasuk berdalih telah berbicara langsung dengan Allah swt,” kata Gus Fahrur dikutip laman NU, Minggu (7/4/2024).
Menurut Gus Fahrur, seseorang tidak bisa secara asal-asalan mengaku sudah berkomunikasi langsung dengan Gusti Allah. “Pengakuan semacam itu tidak sah dan tidak boleh dijadikan dasar tuntunan agama,” tegasnya.
Ibadah dalam Islam, lanjutnya, harus sesuai tuntunan syariat yang dipahami dengan ilmu-ilmu standar ajaran agama Islam yang sudah jelas dalil-dalilnya dan garis-garisnya.
“Kepada saudara kita masyarakat Muslim di Panggang, Gunung Kidul, diimbau untuk mengambil tuntunan agama Islam dari para ulama yang dapat menjelaskan dan mempertanggungjawabkan ajaran Islam sesuai metode syariat Islam yang sah,” ucap Gus Fahrur.
Ia mewanti-wanti, agar masyarakat tidak terkecoh oleh keanehan atau kesaktian individu. Karena menurutnya, orang yang dapat menghadirkan hal-hal ajaib sekalipun tidak berarti dia memiliki keistimewaan di hadapan Allah swt. Karena, menurut Gus Fahrur, tukang sulap dan tukang sihir juga bisa melakukannya.
“Benar dan salah seseorang dalam ajaran agama Islam hanya boleh diukur dengan ketentuan-ketentuan syariat sesuai tuntunan Al-Qur’an, hadits, qiyas, dan ijma’ para ulama,” tandas Gus Fahrur.