Sosialisasi RUU KUHP di Unhas, Wamenkumkan Berikan 3 Alasan Mengapa Perlu Revisi
ABATANEWS, MAKASSAR – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggelar sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) kepada masyarakat. Mengusung tajuk ‘Kumham Goes to Campus’, di Universitas Negeri Makassar, pada Rabu (19/10/2022).
Hadir langsung sebagai pembicara kunci dalam seminar ini yakni Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej dalam acara ini.
Eddy menuturkan, Kemenkumham Goes to Campus sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mengamanatkan kepada Tim Penyusun RUU KUHP untuk berdialog kepada masyarakat, khususnya mahasiswa.
“Presiden Joko Widodo, pada tanggal 2 Agustus 2022 menyampaikan kepada kami Tim Penyusun RUU KUHP untuk membangun dialog dengan masyarakat, dan teristimewa ke kampus-kampus mendialogkan RUU KUHP,” ujar Eddy.
Eddy menerangkan tiga alasan mengapa Indonesia harus mempunyai KUHP yang baru. Menurut Wamenkumham, KUHP sekarang yang digunakan Polisi, Jaksa, dan Hakim di pengadilan adalah KUHP yang dibuat tahun 1800.
“KUHP yang dibuat pada tahun 1800 tidak terlepas dari situasi dan kondisi KUHP itu dibuat, yang orientasi hukum pidananya aliran klasik, yaitu menekankan kepentingan individu, tidak bicara kepentingan masyarakat, apalagi negara,” beber Eddy.
Selain itu, lanjut Eddy, hukum pidana digunakan sebagai sarana balas dendam. Sementara telah terjadi perubahan paradigma hukum pidana secara universal.
“Sehingga sudah tidak cocok lagi RKUHP yang kita gunakan dengan paradigma hukum pada saat ini,” tandas Eddy.
Yang kedua, kata Eddy, saat ini KUHP yang digunakan sudah berumur 220 tahun, sudah out of date. “Kita harus melakukan formulasi, membangun/memperbaharui KUHP dengan situasi dan kondisi serta era digital yang berlaku saat ini,” ujarnya.
Dan yang ketiga, dan ini yang paling serius menurut Wamenkumham, yakni berkaitan persoalan kepastian hukum. Dari berbagai versi terjemahan KUHP yang beredar di masyarakat, yang ada di toko buku, yang diajarkan oleh dosen di perkuliahan, mana yang sah.
“Kira-kira yang sah atau legal yang mana, apakah KUHP yang diterjemahkan oleh Mulyatno, Andi Hamzah, atau R. Susilo? Antar satu penerjemah dan lainnya berbeda, dan perbedaannya cukup signifikan,” tutur Eddy.