Ricky Rizal Menangis Bacakan Pledoi: Saya Cuma Amankan Senjata Brigadir J
ABATANEWS, JAKARTA — Ricky Rizal Wibowo membantah kesimpulan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutan terhadapnya. Sejumlah poin jaksa dimentahkan dalam nota pembelaan atau pleidoi yang ia bacakan pada hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Poin yang dibantah yakni soal tujuan dari mengamankan senjata hingga kesimpulan jaksa yang menyebut dirinya sengaja mengawal Yosua dari Magelang ke Jakarta. Ricky juga membantah terlibat dalam perencanaan pembunuhan Yosua.
“Yang Mulia Majelis Hakim untuk membacakan Nota Pembelaan/Pleidoi pada hari ini. Pengamanan senjata api dianggap oleh Penuntut Umum sebagai bagian dari perencanaan pembunuhan terhadap Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat. Dengan tegas saya sampaikan bahwa saya tidak pernah tahu ada rencana pembunuhan apalagi dianggap sebagai bagian dalam rencana tersebut,” kata Ricky.
Senjata yang dimaksud diamankan itu yakni pistol jenis HS pegangan Yosua dan juga AUG Steyr yang saat itu dibawa ke Magelang.
Kata dia, pengambilan senjata dilakukan ketika terjadi keributan antara Yosua dengan Kuat Ma’ruf. Di mana, berdasarkan ceritanya, Kuat sempat menggunakan pisau untuk mengejar Yosua. Tujuan pengambilan senjata pun sebagai langkah pencegahan menghindari hal yang tidak diinginkan.
“Saya sebagai seorang anggota Polri, sebagai senior, dan sebagai yang dituakan melakukan tindakan mengamankan senjata api sebagai bentuk antisipasi dan mitigasi risiko terjadinya keributan kembali di antara mereka,” ungkap Ricky.
Sementara pengamanan pisau yang dipegang oleh Kuat, lanjut Ricky, juga ia lakukan pada malam itu.
Saat membacakan pleidoi itu, Ricky menangis. Air matanya tumpah saat membantah melakukan pengamanan terhadap senjata Yosua. Dia terlihat sesekali menyeka matanya. Saat menangis, dia diberi tisu oleh petugas pengadilan yang berada di dekatnya.
Adapun dalam tuntutan jaksa yang menyebut pengambilan senjata Yosua bagian dari skenario pembunuhan, dia membantahnya. Ricky mengaku tak pernah berniat mengamankan senjata Yosua sebagai bagian dari skenario. Itu semua diklaimnya terjadi secara normal. Dia ke Jakarta pun atas permintaan dari Putri Candrawathi.
“Perintah mendadak tentu mengakibatkan semua dilakukan secara terburu-buru, termasuk menurunkan barang-barang dan sekaligus senjata api yang telah saya amankan karena khawatir adanya keributan lanjutan antara Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan Om Kuat pada malam sebelumnya, saya letakkan di dashboard mobil LM bersamaan dengan meletakkan senjata steyr AUG yang memang biasa diletakkan di mobil Ibu Putri, selain itu memang Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat sepengetahuan saya akan duduk di situ, yang kemudian diasumsikan sebagai tindakan mengamankan senjata kembali dan respons dalam bentuk kehendak dan rencana saya sebagai ajudan yang sudah terlatih untuk memuluskan dan mendukung kehendak Bapak Ferdy Sambo yang berencana meminta bantuan untuk back up di Jakarta,” terang Ricky.
Ricky mengatakan, jika pada saat itu dirinya benar ingin mengamankan dan menguasai senjata Yosua, maka yang lebih masuk akal baginya adalah meletakkan senjata tersebut dalam tas Tumi miliknya.
“Sehingga senjata tersebut selalu dalam penguasaan saya,” kata dia.
Ricky melanjutkan, dalam surat tuntutan jaksa, disebutkan bahwa adanya pengawalan atas Yosua sejak dari Magelang hingga Jakarta. Namun ini juga dibantah Ricky.
“Dalam berkas surat tuntutan tidak pernah menyebutkan perintah pengawasan dan pengawalan disampaikan oleh siapa kepada siapa, serta kapan perintah itu disampaikan. Dimulai dari pembagian tempat duduk saat berangkat ke Jakarta yang tidak didukung satu pun keterangan saksi atau bukti,” terangnya.
Jika memang harus diawasi, tambah dia, maka semestinya dirinya tidak boleh melepaskan pengawasan ketika di Saguling saat dipanggil oleh Ferdy Sambo.
“Dari semua keterangan saksi, tidak ada yang saya perintah atau minta tolong untuk mengawasi keberadaan almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat di Saguling,” tegasnya.
Secara keseluruhan, Ricky membantah terlibat dalam pembunuhan berencana atas Brigadir Yosua. Ia menegaskan, tidak pernah berkomunikasi dengan Ferdy Sambo sebelum dia dipanggil ke lantai 3 rumah Saguling.
Saat perbincangan di lantai 3 Saguling pun, dia menolak saat diminta untuk mengeksekusi Yosua.
“Setelah Bapak Ferdy Sambo menyampaikan bahwa Ibu sudah dilecehkan Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat, Beliau berbicara kembali kepada saya ‘saya mau panggil dia, kamu back-up saya, amankan saya, kalau dia melawan, kamu berani nggak tembak dia?’ dan saya jawab ‘tidak berani pak, saya tidak kuat mentalnya’,” ungkap Ricky.
“Permintaan yang saya tolak itu disampaikan secara runtut dan langsung, mulai dari panggil, back up dan amankan serta jika melawan berani menembak atau tidak. Tidak pernah disampaikan akan memanggil kapan dan di mana. Tidak ada dan tidak pernah disampaikan ataupun diisyaratkan pula bahwa Beliau mempunyai niat atau kehendak untuk membunuh Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat,” imbuh Ricky.
Dalam perkara ini, Ricky dituntut 8 tahun penjara. Jaksa meyakini dia terlibat dalam pembunuhan berencana atas Yosua sebagaimana didakwakan, Pasal 340 KUHP.