Penelitian 32 Tahun Ungkap Sering Dimarahi Istri Bikin Pria Cepat Mati
ABTANEWS – Tim dari Universitas Tel Aviv melakukan penelitian data kesehatan dan kematian selama 32 tahun kepada 10.000 pria di Israel.
Peneliti menemukan fakta, para pria yang merasa pernikahan mereka tidak bahagia (karena sering cekcok atau dimarahi istrinya) 69,2 persen lebih memungkinkan meninggal karena stroke daripada mereka yang bahagia dalam pernikahan.
Peneliti menyarankan otoritas kesehatan mempromosikan terapi pernikahan sebagai cara untuk meningkatkan kesehatan pria dan membantu mereka hidup lebih lama.
“Studi kami menunjukkan bahwa kualitas pernikahan dan kehidupan keluarga memiliki implikasi kesehatan untuk harapan hidup,” kata penulis studi Dr Shahar Lev-Ari.
Menurutnya, pria yang mengungkap kegagalan pernikahan meninggal di usia lebih muda daripada mereka yang merasa pernikahan mereka bahagia.
Sebagai bagian dari studi, para peneliti melakukan analisis statistik dari database dan mulai mengumpulkan data pada tahun 1960-an.
Selama 32 tahun, mereka melacak kesehatan dan perilaku 10.000 pria, semuanya adalah pegawai negari Israel. Peneliti dengan cermat memperhatikan kematian khususnya akibat stroke.
Pada awal penelitian, sebagian besar peserta berusia 40-an dan sejak dimulai pada 1960-an, total 64 persen meninggal karena berbagai penyakit.
“Kami menganalisis data yang dikumpulkan secara longitudinal menggunakan berbagai parameter untuk mengidentifikasi faktor risiko perilaku dan psikososial yang dapat memprediksi kematian akibat stroke dan kematian dini karena alasan apa pun,” kata Dr Shahar Lev-Ari.
Pada awal studi, peserta diminta untuk memberi peringkat kepuasan pernikahan mereka pada skala 1, sangat berhasil hingga 4, tidak berhasil.
Dengan kata lain, tingkat kepuasan pada pernikahan muncul sebagai faktor prediktif untuk harapan hidup yang sebanding dengan merokok dan aktivitas fisik.
Selama 32 tahun masa tindak lanjut, 5.736 subjek meninggal dan 595 meninggal karena stroke.
Tingkat kematian akibat stroke meningkat 69,2 persen dari 24,0 pada kelompok yang paling puas dengan pernikahan menjadi 40,6 pada kelompok yang paling tidak puas.
Sebuah analisis sensitivitas menemukan bahwa tingkat kematian sukarelawan yang lebih muda yang berusia di bawah 50 tahun dalam kategori paling tidak puas saat pencatatan adalah 39,4 persen lebih tinggi daripada mereka yang berada dalam kategori puas dalam pernikahan.
“Pada usia yang lebih tua, kesenjangannya lebih kecil, mungkin karena proses penyesuaian yang dialami pasangan hidup dari waktu ke waktu,” terang Lev-Ari.
Selain itu, para peneliti melakukan analisis statistik dari semua faktor risiko yang diketahui berkontribusi terhadap kematian akibat penyakit kardiovaskular, seperti diabetes, hipertensi, BMI berlebihan, dan status sosial ekonomi.
Mereka menemukan bahwa risiko relatif kematian karena alasan apa pun masih lebih tinggi bagi 1,21 poin dari mereka yang tidak bahagia dibanding yang pernikahannya bahagia.
“Temuan ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan efektivitas program pendidikan membina hubungan dalam hidup yang baik sebagai bagian dari strategi nasional untuk mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat luas,” kata Lev-Ari.
Studi ini telah dipublikasikan dalam Journal of Clinical Medicine