Peneliti Temukan Varian Virus HIV yang Lebih Mematikan dan Cepat Menyebar
ABATANEWS, BELANDA — Peneliti baru-baru ini menemukan varian terbaru dari virus HIV yang menyebabkan AIDS di Belanda. Virus HIV ini lebih cepat menginfeksi dan menyebar dibandingkan versi virus lainnya.
Human immunodeficiency virus (HIV) menginfeksi dan menghancurkan sel-sel kekebalan yang disebut sel CD4 di dalam tubuh, menyebabkan jumlah sel-sel ini turun drastis.
Dilansir dari Live Science, jika tidak segera diobati, infeksi varian baru akan cepat berkembang menjadi AIDS. Pada orang yang terinfeksi dengan varian HIV yang baru ditemukan yang disebut varian VB, jumlah CD4 turun sekitar dua kali lipat dibandingkan orang yang terinfeksi dengan jenis HIV yang terkait erat, yang berarti mereka dari subtipe genetik yang sama (B).
Dalam laporan para peneliti dalam jurnal Science pada Kamis 3 Februari lalu, seseorang yang terpapar HIV varian VB yang tidak mendapatkan pengobatan dalam kurun waktu dua tahun setelah didiagnosis HIV varian itu akan berkembang menjadi AIDS.
Hal ini berbeda dengan virus versi lainnya yang mana rata-rata terjadi sekitar enam hingga tujuh tahun setelah diagnosis HIV. “Kami menemukan bahwa rata-rata, individu dengan varian ini diperkirakan akan berkembang dari diagnosis menjadi ‘HIV lanjut’ dalam sembilan bulan, jika mereka tidak memulai pengobatan dan jika didiagnosis pada usia tiga puluhan,” kata penulis pertama sekaligus seorang peneliti senior di genetika statistik dan dinamika patogen di University of Oxford, Chris Wymant kepada Live Science.
Untungnya, dalam penelitian mereka, tim menemukan bahwa obat antiretroviral, pengobatan standar untuk HIV, bekerja dengan baik terhadap varian VB seperti yang mereka lakukan terhadap versi virus lainnya.
“Untuk seseorang yang berhasil dalam pengobatan, penurunan sistem kekebalan terhadap AIDS dihentikan, dan penularan virus mereka ke orang lain dihentikan,” kata Wymant.
Di sisi lain, seorang profesor di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Katie Atkins mengatakan para penulis menggunakan studi kasus untuk mendukung pentingnya akses universal terhadap pengobatan.
“Baik karena kami ingin secara langsung mengurangi jumlah orang yang meninggal karena AIDS, tetapi juga sebagai sarana untuk mengurangi jumlah virus yang beredar dan karena itu mengurangi kemungkinan munculnya varian baru yang lebih mematikan,” katanya kepada Live Science.