PDAM Dukung Kolaborasi YABB yang Ingin Ubah Air Hujan Jadi Air Minum di Makassar
ABATANEWS, MAKASSAR — Di kota Makassar, beberapa daerah mengalami kesulitan air. Berdasarkan data PDAM Makassar di 2021 tercatat sebanyak lima kecamatan yang krisis air.
Sebut saja antara lain Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea, dan Kecamatan Tallo.
Kondisi tersebut pun menjadikan Kecamatan Tallo sebagai pilot projects penyediaan air bersih berbasis teknologi. Melalui Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), organisasi nirlaba bagian dari Grup GoTo bersama changemakers dari Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE).
Perwakilan Changemakers Makassar Je’ne Tallasa, Indah Febriany mengatakan untuk mengatasi permasalahan air di Kecamatan Tallo, YABB dan dan para changemakers menghadirkan tiga solusi utama yang memadukan teknologi dengan edukasi agar menghasilkan dampak nyata yang berkelanjutan.
“Kami berkolaborasi dengan Tametotto² untuk menerapkan teknologi pemanenan air hujan (PAH) bawah tanah dengan kapasitas besar, yaitu 160.500 liter,” ucapnya.
Alhasil, saat teknologi ini bekerja dengan kapasitas penuh, pasokan air bersih diestimasi bisa mencukupi 100 keluarga per hari.
“Teknologi yang dibangun di area sekitar Kompleks Makam Raja-raja Tallo ini, dinilai mampu mengurangi genangan air akibat curah hujan tinggi maupun luapan muara sungai di daerah padat penduduk dengan resapan air yang minim,” ucapnya.
Indah menambahkan, dengan jarak hanya 100 meter dari pemukiman, sumber air ini juga mampu menghemat waktu para perempuan dan anak-anak yang mengambil air setiap hari.
Hal ini bisa memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan produktif seperti aktivitas ekonomi dan pendidikan.
“Solusi kedua adalah pembangunan teknologi filtrasi air menggunakan pot keramik lokal Terra Water³. Teknologi penyaringan air ini akan membantu 100 rumah tangga dan 37 sekolah mengurangi risiko terjangkit penyakit yang disebabkan oleh air minum tidak layak konsumsi seperti diare dan tifus,” kata Indah.
Indah dan para changemakers paham bahwa infrastruktur teknologi tidak bisa berdiri sendiri. Untuk itu, solusi ketiga yang dijalankan adalah edukasi dan kampanye tentang air, sanitasi, dan kebersihan, serta pemeliharaan sistem pengolahan air bersih.
“Edukasi ini menyasar tokoh masyarakat, keluarga, dan sekolah di wilayah tersebut. Kami berharap edukasi ini akan meningkatkan pemahaman serta mengubah perilaku masyarakat mengenai pentingnya menggunakan air bersih dan konsumsi air minum aman, dan bagaimana bertanggung jawab dalam menjaga kualitas air,” ucap Indah.
Direktur Pusat Kajian Rekayasa Sumber Daya Air Universitas Hasanuddin Dr. Eng. Ir. Rita Tahir Lopa, M.T. menerangkan, Proyek pengelolaan sumber daya air ini diharapkan mampu mengurai isu kekeringan, banjir, dan kualitas air yang kompleks dan mendesak.
Kecamatan berpenghuni 148.228 jiwa ini dilalui Sungai Tallo yang merupakan salah satu sumber pasokan air Kota Makassar. Namun, kecamatan ini memiliki kelurahan dengan potensi kekeringan terbanyak di Makassar, terutama saat kemarau.
“Hadirnya kolaborasi proyek “Makassar Je’ne Tallasa” bertemakan Mariki’ Wujudkan Masyarakat Sehat dengan Air Bersih. Salah satu cara membantu masyarakat di Tello akan kekurangan air bersih,” tuturnya.
Chairperson Yayasan Anak Bangsa Bisa, Monica Oudang mengatakan sejalan dengan komitmen CCE untuk mewujudkan solusi yang sistemik, dalam menangani permasalahan air di Indonesia, YABB dan changemakers hadir untuk mewujudkan akses air bersih melalui kolaborasi, teknologi, dan edukasi.
Demi mencapai tujuan tersebut, proyek gotong-royong ini menerapkan teknologi inovatif. Mengolah air hujan menjadi air minum, dipadu dengan edukasi yang membangun kemandirian masyarakat Tallo.
“Kecamatan Tallo merupakan satu dari lima kecamatan yang mengalami krisis air bersih di Makassar pada 2021,” ucapnya.
Untuk itu mereka juga ingin mengembangkan potensi Tallo untuk menjadi desa wisata, khususnya kawasan tepi laut dan cagar budaya kompleks, Makam Raja-Raja Tallo.
Para changemakers dari Celebes Green Project, Terra Water, dan Kopernik mengidentifikasi kerugian warga Tallo yang diakibatkan krisis ini. Demi air gratis, waktu harus rela terbuang dan kesehatan pun dipertaruhkan.
Warga perlu menempuh jarak hingga satu kilometer menuju sumur air komunal, dan mengantri selama 2-3 jam untuk mendapatkan air yang tidak layak.
Sedangkan untuk mendapatkan air bersih, warga mesti membeli air dari depot dan merogoh kocek sampai Rp 300.000 per bulan.
“Permasalahan krisis air bersih di Tallo mengganggu perekonomian, kesehatan, dan kehidupan sosial masyarakat sehingga dibutuhkan solusi yang tepat,” ucapnya.
Direktur Utama Perumda Air Minum Kota Makassar Beni Iskandar menjelaskan, Penyebab dari permasalahan air bersih adalah jaringan perpipaan yang tidak merata, sehingga pelayanan di Tallo kurang maksimal.
Lalu pasokan air tanah yang tidak stabil dan berkualitas buruk. Saat ini, pemerintah Kota Makassar melalui Perumda Air Minum Kota Makassar masih terus memperbanyak program air bersih gratis.
“Kami menyediakan armada tangki air bersih sebagai solusi jangka pendek di beberapa area prioritas. Kami pun berterima kasih atas kolaborasi di proyek ini yang bersatu mendukung pemerintah,” ucapnya.