MK Kembali Tolak Gugatan Pernikahan Beda Agama
ABATANEWS, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menolak gugatan terkait pernikahan beda agama. Gugatan terbaru ini diajukan oleh E. Ramos Petege pada tahun 2022 lalu.
Ramos ialah seorang pemeluk agama Katolik yang ingin menikah dengan seorang perempuan beragama Islam. Namun, pernikahan itu dibatalkan secara administrasi kenegaraan karena bertentangan dengan UU perkawinan.
“Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan yang digelar hari ini, Selasa (31/1/2023).
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” sambungnya.
Dalam gugatannya, Ramos yang merupakan Katolik hendak menikah dengan perempuan beragama Islam. Tetapi harus dibatalkan karena tidak diakomodasi dalam UU perkawinan soal pernikahan beda agama.
Dia merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan karena tidak dapat melangsungkan perkawinan tersebut.
Adapun dalam pertimbangannya, MK menyatakan tidak menemukan adanya perubahan keadaan dan kondisi atau pun perkembangan baru terkait dengan persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawinan.
Sehingga tidak terdapat urgensi bagi MK untuk bergeser dari pendirian atas putusan sebelumnya.
“Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan serta setiap perkawinan harus tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata hakim MK.
Dalil Ramos yang berkenaan dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 8 huruf f UU 1/1974 dinilai tidak beralasan menurut hukum.
Kemudian, mengenai norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), serta pasal 8 huruf f UU 1/1974 dinilai oleh MK tidak bertentangan dengan prinsip jaminan hak memeluk agam dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif, hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan, hak atas pengakuan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
“Dengan demikian permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata hakim MK.