ABATANEWS, JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti pentingnya penegakan hukum yang berpusat pada keterangan korban dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan Agus Buntung di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hingga kini, sudah 15 korban teridentifikasi, dengan 7 orang melapor ke kepolisian.
Selain itu, LPSK menerima permohonan perlindungan dari empat korban dan dua pendamping yang mengalami tekanan psikologis.
“Ada 4 orang korban yang mengajukan permohonan, kemudian 2 orang pendamping, karena mendapatkan tekanan psikologis ya. Seolah-olah kejadian itu tidak terjadi padahal korban menyatakan itu terjadi,” ujar Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (11/12).
Sri menegaskan komitmen LPSK dalam mendukung proses peradilan pidana, termasuk memberikan pendampingan kepada korban agar dapat memberikan keterangan secara bebas dari tekanan eksternal.
Menurutnya, hambatan utama dalam kasus ini adalah kurangnya penekanan pada keterangan korban sebagai elemen kunci dalam proses hukum.
“Hambatannya adalah karena keterangan korban belum menjadi basis utama. Padahal Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) meletakkan keterangan korban, pengalaman korban, itu sebagai basis utama di dalam proses penegakan hukum,” jelasnya.
Sri juga mendorong aparat penegak hukum untuk lebih aktif mencari alat bukti tambahan guna memperkuat kasus ini.
“Ini adalah tugas penegakan hukum untuk mencari pembuktiannya,” lanjutnya.
LPSK memastikan bahwa semua keterangan yang diberikan oleh korban sesuai dengan apa yang mereka alami tanpa pengaruh atau tekanan dari pihak mana pun.
“LPSK memastikan bahwa keterangan yang diberikan oleh saksi korban adalah berdasarkan apa yang dia lihat, dia dengar, dan dia alami,” tegasnya.