KPU Dicap Melanggar Etik karena Loloskan Gibran Jadi Cawapres

KPU Dicap Melanggar Etik karena Loloskan Gibran Jadi Cawapres

ABATANEWS, JAKARTA — Ketua Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari, dinyatakan melanggar etika karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dan mengikutsertakannya dalam proses pemilu.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim atas pelanggaran tersebut.

DKPP menyimpulkan bahwa Hasyim Asy’ari telah melanggar kode etik dengan memproses pendaftaran Gibran tanpa memodifikasi syarat usia minimum capres-cawapres sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Putusan DKPP, yang dibacakan oleh Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang pada Senin, 5 Februari 2024, menyatakan Hasyim Asy’ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu.

Selain itu, DKPP juga memberikan sanksi peringatan keras kepada enam komisioner KPU, yaitu August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik, yang turut terlibat dalam proses tersebut.

“Hasyim Asy’ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu,” kata Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang.

Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan DPR RI dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada 16 Oktober 2023.

Ini diperlukan agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK.

“Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan,” kata Wiarsa.

Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.

Akan tetapi, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK tidak tepat.

“DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib,” ujar Wiarsa.

Selain itu, kata Wiarsa, DKPP menyatakan sikap para komisioner KPU yang terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik setelah putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres itu terbit ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga menyimpang dari Peraturan KPU.

“Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU,” ucap Wiarsa.

Berita Terkait
Baca Juga