Komunikasi Antara Guru dan Orang Tua Murid Bisa Hindari Kekerasan di Sekolah
ABATANEWS, MAKASSAR – Dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, pendidikan bukan hanya sekadar transfer ilmu, tetapi juga penguatan nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu nilai yang perlu ditanamkan adalah nirkekerasan, di mana setiap individu diperlakukan dengan hormat dan setara tanpa ada kekerasan fisik, verbal, maupun emosional.
Selain itu, kesetaraan gender juga merupakan aspek penting dalam mewujudkan pendidikan yang adil dan merata bagi semua anak bangsa. Tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun budaya.
Dalam menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus berkomitmen mengimplementasikan program prioritas untuk memperkuat pendidikan karakter.
Salah satu cara untuk mengatasi kasus kekerasan di lingkungan satuan pendidikan diungkapkan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq adalah dengan meningkatkan komunikasi yang berkualitas melibatkan seluruh ekosistem pendidikan di sekolah.
“Untuk mengatasi kekerasan harus ada komunikasi yang baik antara guru dan orang tua. Kasus ketidakharmonisan yang sering terjadi biasanya disebabkan kurangnya komunikasi yang baik,” ucap Fajar Riza Ul Haq dalam keterangannya saat acara Seminar dari Kelas ke Kehidupan: Menanamkan Nilai-Nilai Nirkekerasan dan Kesetaraan Gender di Lingkungan Pendidikan dikutip Senin (2/12/2024).
Lebih lanjut ia menerangkan, dalam menanamkan nilai kedisiplinan di sekolah maka batasan untuk mendisiplinkan anak harus jelas. Guru punya hak untuk mendisiplinkan anak untuk kepentingan pendidikan dan upaya tersebut harus diketahui dan dipahami oleh orang tua.
Kedua belah pihak harus sama-sama mengetahui dan menghargai batasan kedisiplinan dalam mendidik anak-anak. “Caranya bisa dengan melakukan pertemuan periodik dengan orang tua. Kalau di sekolah swasta keagamaan misalnya ada kajian keagamaan bersama. Ini menjadi kesempatan bagi guru dan orang tua untuk menjalin silaturahmi,” tutur Fajar.
Selain itu, Kemendikdasmen juga memperkuat peran guru Bimbingan Konseling (BK). Inisiatif ini penting untuk meningkatkan kapasitas guru dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika kepada siswa, serta memperkuat peran mereka sebagai pembimbing yang mendukung perkembangan karakter peserta didik.
Kemendikdasmen menyadari bahwa guru adalah ujung tombak pendidikan. Untuk itu, program ini juga mencakup penguatan kompetensi guru BK dan guru agama, termasuk dalam memahami dan menyampaikan pendekatan-pendekatan berbasis nilai. Harapannya, ke depan, guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga inspirator yang menanamkan karakter positif pada siswa.
“Sementara itu, untuk sekolah yang belum ada guru BK-nya, kita berikan pembekalan kepada guru, supaya mempunyai kemampuan untuk mengatasi berbagai persoalan di sekolah. Guru BK bukan hanya berperan ketika anak bermasalah namun juga punya peran dalam menemukembangkan bakat dan minat anak,” tutur Fajar lebih lanjut.
– Praktik Baik Kesetaraan Gender dan Nirkekerasan di Sekolah
Pada kesempatan yang sama, Guru Bidang Ekonomi di SMA Muhammadiyah Bantul, Sri Widyastuti, menceritakan praktik baik kesetaraan gender di sekolahnya. Dalam pemilihan Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), siswa kelas 11 yang terpilih adalah yang memiliki keunggulan dalam penerapan ilmu agama maupun dasar-dasar kepemimpinan. Ini membuktikan bahwa siswa laki-laki maupun perempuan punya hak yang sama untuk berkompetisi.
“Ketua yang terpilih harus individu yang menerapkan ilmu agama dengan baik, sudah menjadi anggota di kelas 10, dan memiliki nilai terbaik atas sikap, prestasi, dasar-dasar kepemimpinan,” terangnya.
Dalam proses pembelajaran, Sri juga yang juga merangkap sebagai wali kelas, menerapkan praktik kesetaraan. Semua anak diberi penjelasan terlebih dahulu materi pelajaran secara umum. Untuk siswa yang kurang paham, Sri akan melakukan pendekatan untuk bertanya kesulitan yang dihadapi siswa.
Misalnya untuk siswanya yang seorang atlet, ia tetap memenuhi hak belajar siswa dengan cara memberikan keleluasan jam belajar sesuai dengan jam latihan hingga belajar secara daring. Dengan demikian, siswa tidak ketinggalan pelajaran dan tetap dapat menyelesaikan target belajarnya.
“Saya sebagai wali kelas dan guru bidang Ekonomi, mendidik anak-anak tanpa diskriminatif. Kami memahami perbedaan kompetensi dari masing-masing anak yang berbeda-beda,” ungkapnya.
Sri juga menjelaskan praktik baik nirkekerasan di SMA Muhammadiyah Bantul yang diterapkan melalui pendekatan psikologis dan sosial, dengan menyesuaikan sanksi berdasarkan kondisi siswa.
Guru memberikan pilihan sanksi berupa aktivitas bermakna, seperti memberikan khotbah atau menulis ayat-ayat Al-Qur’an sesuai kesepakatan bersama. Pendekatan ini dianggap lebih efektif dalam menanamkan nilai moral sekaligus membangun kesadaran siswa dengan cara yang lebih bermakna.
Sri juga menyebut pentingnya peran guru Bimbingan Konseling (BK) yang memberi kesempatan kepada siswa untuk berkonsultasi seputar masalah pembelajaran hingga memberikan masukan tentang pengembangan bakat dan minat siswa.
“Di sinilah peran penting guru BK dan wali kelas dalam mengembangkan potensi siswa. Nanti wali kelas yang akan menjembatani komunikasi lebih lanjut kepada orang tua siswa sehingga perkembangan anak dapat terus terpantau dan selaras antara pola asuh di sekolah maupun di rumah,” jelasnya.