Komisi I DPR RI Minta Publik Awasi Proses RUU Penyiaran
ABATANEWS, JAKARTA — Anggota Komisi I DPR Fraksi NasDem, Muhammad Farhan, menyoroti rencana Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran, yang menuai kritik karena dianggap mengerdilkan peran pers. Farhan menekankan pentingnya kritik publik dalam proses pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Farhan menjelaskan bahwa RUU Penyiaran muncul dari persaingan antara lembaga berita yang menggunakan platform teresterial dan platform digital. Ia menekankan bahwa masukan dari masyarakat sangat krusial untuk menyempurnakan RUU ini.
“Ini kan lagi perang ini. Jadi, RUU yang ada ini atau draf UU yang ada sekarang, itu memang memberikan kewenangan KPI terhadap konten lembaga penyiaran teresterial,” kata Farhan dalam keterangannya, pada Kamis (23/5/2024).
Penyiaran teresterial mengacu pada penggunaan frekuensi radio VHF/UHF, yang kini beralih ke format digital. Namun, KPI maupun Dewan Pers tidak memiliki wewenang terhadap platform digital. Farhan menjelaskan bahwa lembaga jurnalistik yang menggunakan platform digital dan terdaftar di Dewan Pers akan berada di bawah kewenangan Dewan Pers.
“Risikonya apa? Kalau sampai dia dituntut oleh misalkan saya dijelekkan oleh lembaga berita ini, saya nuntut ke pengadilan, maka tidak ada UU Pers yang akan melindungi dia karena tidak terdaftar di dewan pers kira kira begitu,” urai Farhan.
Farhan juga menambahkan bahwa lembaga berita digital yang tidak terdaftar di Dewan Pers tidak berada dalam kendali Dewan Pers.
“Tetapi, kan lembaga pemberitaan atau karya jurnalistik yang hadir di digital platform ini kan makin lama makin menjamur, enggak bisa dikontrol juga sama dewan pers, maka keluar lah ide RUU Penyiaran ini,” tandas Farhan.